Jurisprodensi

SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR YURISPRUDENSI

A.  Pengertian Yurisprudensi
    Yurisprudensi sebagai sumber hukum formal harus dibedakan dengan kata jurisprudence dalam bahasa Inggris. Kata yurisprudensi berasal dari bahasa latin jurisprudentia yang berarti pengetahuan hukum. Dalam bahasa Belanda  adalah jurisprundentie, sedangkan dalam bahasa Perancis adalah jurisprudence, Makna yang hendak di tunjuk kurang lebih sepadan, yaitu hukum peradilan. Sementara itu kata, jurisprudence dalam bahasa Inggris bermakna teori ilmu hukum, yang lazim disebut general theory of law (algemene rechtler). Sedangkan untuk menunjuk pengertian hukum peradilan dalam bahasa inggris digunakan istilah case law ataujudge law-made law.[1]

Menurut istilah, terdapat berbagai definisi yang dikemukakan pada Ahli Hukum. Sebagai contoh berikut dikemukakan beberapa variasi definisi yurisprudensi :
a.  Menurut Sudikno Mertokusumo, yurisprudensi ialah sebagai peradilan pada umumnya (judicature, rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. Namun menurut Van Apeldoorn  menyatakan bahwa yurisprudensi, doktrin dan perjanjian  merupakan faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum. Sedangkan Lemaire menyatakan yurisprudensi, ilmu hukum (doktrin) dan kesadaran hukum sebagai determinan pembentukan hukum.
b.  Menurut Kansil yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
c.  Menurut Sudargo Gautama, yurisprudensi adalah ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan Pengadilan, dalam hal pengambilan suatu keputusan oleh Mahkamah Agung atas suatu yang belum jelas pengaturannya, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, diikuti oleh Hakim bawahan, yang dihimpun secara sistematis.
d.  Menurut, A. Ridwan Halim yang dimaksud yurisprudensi adalah suatu putusan hakim atas suatu perkara yang belum ada pengaturannya dalam undang-undang yang untuk selanjutnya menjadi pedoman bagi hakim-hakim lainnya yang mengadili kasus-kasus serupa.
e.  Menurut Subekti yurisprudensi adalah putusan Hakim atau Pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Kasasi atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah tetap.

Mencermati beberapa rumusan atau pengertian yurisprudensi seperti yang dikemukakan diatas, maka dalam bahasa ini penggunaan istilah yurisprudensi adakalanya berorientasi kepada:
a.  Putusan hakim terdahulu yang dijadikan rujukan hakim terhadap putusan-putusan sesudahnya.
b.  Putusan hakim itu sendiri, baik pada tingkat Pengadilan Agama, Pengadilan tinggi Agama atau pada tinggkat kasasi Mahkama Agung.
c.  Putusan pengadilan merangkum dari putusan-putusan pengadilan dalam kurun waktu tertentu.

Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan melaksanakan berbagai macam penafsiran, misalnya:
a.  Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran berdasarkan arti kata.
b.  Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya undang-undang.
c.  Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang.
d.  Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakekat tujuan undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
e.  Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang itu sendiri.

Adapun syarat-syarat dan prosedur tertentu yang telah di atur untuk membentuk sebuah Putusan atau Yurisprudensi sebagai berikut:

1.  Syarat – syarat Yurisprudensi
Mencermati istilah yurisprudensi sebagia mana yang tercantum dalam pengertian yurisprudensi, maka untuk menentukan syarat-syarat tersebut, terkait erat dengan pembagian yurisprudensi. Yurisprudensi terdiri dari yurisprudensi tetap dan yurisprudensi tidak tetap.

Yurisprudensi tetap sebagaimana dikemukakan oleh Soeroso adalah keputusan-keputusan hakim yang berulang kali dalam kasus yang sama. Sedangkan menurut kansil, yurisprudensi tetap adalah keputusan hakim tetap tentang putusan serupa dan menjadi dasar bagi pengadilan untuk mengambil keputusan.

Yurisprudensi tidak tetap adalah yurisprudensi yang belum masuk menjadi yurisprudensi tetap atau dalam istilah lain putusan hakim yang hanya dipergunakan sekali dalam menetapkan hukum dalam suatu perkara yang sama, tidak berulang kali sebagaimana yurisprudensi tetap. J.B Dailo mendefinisikan yurisprudensi tidak tetap ialah putusanhakim terdahulu yang bukan standart arresten (yang dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara).

Berdasarkan penjelasan diatas maka syarat yurisprudensi tetap minimal ada dua. Pertama putusan itu mempunyai kriteria standar putusan pengadilan yang baik dan bermutu. Kedua putusan ini telah digunakan secara berulang-ulang. Yurisprudensi tidak tetap meliputi yurisprudensi dalam pengetian b dan c, yaitu berorientasi pada putusan hakim itu sendiri baik pada tingkat pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama atau pada tingkat Kasasi Mahkmah Agung dan juga berorientasi pada putusan pengadilan, merangkum dari putusan-putusan pengadilann dalam kurun waktu tertentu syarat-syaratnya adalah inheren, artinya kalau putusan hakim itu berorientasi pada putusan hakim itu sendiri, baik tingkat pertama,banding dan kasasi, maka secara tidak langsung itu menjadi syarat. Begitu juga dengan syarat yurisprudensi yang berkaitan dengan putusan pengadilan, karena dalam pembahasan ini yurisprudensi menjadi dua kategori, yaitu tetap dan tidak tetap.

Syarat Yurisprudensi:
1.  Putusan atas peristiwa hukum yang belum jelas peraturannya
2.  Putusan telah berkekuatan hukum tetap
3.  Putusan berulang kali dijadikan dasar hukum untuk memutus perkara sama
4.  Putusan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat
5.  Putusan telah dibenarkan oleh MA-RI

2. Prosedur Penetapan Yurisprudensi
a.  Pengertian Prosedur
Para pakar mencoba merumuskan definisi prosedur adalah sebagai berikut:
1.  Prosedur adalah tata cara kerja atau menjalankan suatu pekerjaan.[2]
2.  Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tatacara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang.[3]
3.  Prosedur adalah rangkaian tata pelaksanaan yang diatur secara berurutan, sehingga berbentuk urutan kerja secara bertahap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. (Dwijo. 2008. Prosedur Pembuatan Kartu Perpustakaan.[4]
b.  Penetapan dan Putusan Hakim
1.  Penetapan
Penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan (volunteer), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah, wali adat, poligami, perwalian, itsbat nikah dan sebagainya.Penetapan merupakanjurisdiction valuntaria(bukan peradilan yang sesungguhnya).Karena pada penetapan hanya ada permohon tidak ada lawan hokum.Dalam penetapan, Hakim tidak menggunakan kata “mengadili”, namun cukup dengan menggu nakan kata”menetapkan”.[5]
2.  Putusan Hakim
Putusan Hakim adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).[6]
Putusan Hakim adalah merupakan suatu hukum atau undang-undang yang mengikat antara para pihak yang bersangkutan, sedangkan menurut hukum Islam adalah suatu hak bagi mahkum-lah (pihak yang dimenangkan) dari mahkum-alaih (pihak yang dikalahkan), jadi tidaklah ada perbedaan.[7]

c.  Prosedur Penetapan Keputusan Hakim
Dalam prosedur penetapan keputusan hakim untuk memberikan putusan terdapat beberapa tahap- tahap persidangan.
Adapun tahap-tahap persidangan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Sidang Pertama
Sidang ditetapkan oleh Majelis Hakim dan dibuka dengan cara sebagai berikut :
a.    Majelis hakim memasuki ruang sidang
Yang pertama sekali memasuki ruang sidang adalah: panitera pengganti. jaksa penuntut umum, dan penasehat hukum serta pengunjung, masing-masing duduk di tempat yang telah ditempatkan lalu Hakim ketua membuka sidang dengan kata-kata “Sidang pengadilan negeri praya yang memeriksa perkara pidana nomor….atas nama terdakwa….pada hari…tanggal….dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum”, sambil mengetuk palu sebanyak 3x.
b.    PemanggilanTerdakwa Masuk ke Ruang Sidang
Jaksa Penuntut Umum (JPU) memerintahkan pada petugas agar terdakwa dibawa masuk ke ruang sidang.Petugas membawa terdakwa masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan duduk di kursi pemeriksaan. Jika terdakwa tersebut ditahan , biasanya dari ruang tahanan pengadilan hingga keruang sidang terdakwa dikawal oleh beberapa petugas, sekalipun demikian ,terdakwa harus diperhadapkan dalam keadaan bebas, artinya tidak perlu diborgol.
Setelah terdakwa duduk di kursi pemeriksaan, Hakim ketua mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
1)  Apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa ?
2)  Menanyakan identitas terdakwa: nama, umur, alamat,dll.
3)  Pembacaan Surat Dakwaan Hakim ketua mempersilahkan kepada JPU untuk membacakan
c.  Pembacaan Surat Dakwaan Hakim ketua mempersilahkan kepada JPU untuk membacakan surat dakwaan dan meminta kepada terdakwa untuk mendengarkan dengan seksama.
d.  Pengajuan Eksepsi (keberatan) Hakim ketua menanyakan pada terdakwa atau PHnya, apakah akan mengajukan tanggapan atau keberatan atas surat dakwaan JPU, dan Hakim bertanya pada terdakwa dan memberi kesempatan untuk menangapi
e.  Pembacaan atau pengucapan putusan sela Tata caranya adalah putusan sela tersebut diucapkan/dibacakan oleh hakim ketua sambil duduk dikursinya.Apabila naskah putusan sela tersebut panjang, tidak menutup kemungkinan putusan sela tersebut dibacakan secara  bergantian dengan hakim anggota.Pembacaan amar putusan di akhiri dengan ketukan palu 1x.

2.  Sidang Pembuktian
Sebelum memasuki acara pembuktian, hakim ketua mempersilahkan terdakwa supaya duduknya berpindah dari kursi pemeriksaan ke kursi terdakwa yang berada di samping kanan kursi Panesehat Hukum (PH).selanjutnya, prosedur dan tata cara pembuktian adalah sebagai berikut:
a.  Pembuktian Oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu Pengajuan saksi yang memberatkan (saksi a charge). Hakim ketua bertanya kepada JPU apakah telah siap menghadirkansaksi-saksi pada sidang hari ini, apabila JPU telah siap, maka hakim segera memerintahkan kepada JPU untuk menghadirkan saksi seorang demi seorang ke dalam ruang sidang danSaksi yang pertama kali diperiksa adalah”saksi korban”. Dan setelah itu baru saksi yang lain yang dipandang relevan dengan tujuan pembuktian mengenai tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa, baik saksi yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara maupun saksi tambahan yang diminta oleh JPU selama sidang berlangsung.
b.  Pembuktian Oleh Terdakwa atau Penasihat Hukum yaitu Pengajuan saksi yang meringankan terdakwa( saksi a de charge). Hakim ketua bertanya kepada terdakwa/PH apakah ia akanmengajukansaksi yang meringankan (a de charge), Jika terdakwa/PH tidak akan mengajukan saksi ataupun bukti lainnya,maka ketua majelis menetapkan bahwa sidang akan dilanjutkan pada acara pengajuan tuntutan oleh JPU. Apabila terdakwa/PH akan dan telah siap mengajukan saksi yang meringankan, maka hakim ketua segera memerintahkan agar saksi di bawaah masuk ke ruang sidang untuk diperiksa.
c.  Pemeriksaan Pada Terdakwa Hakim ketua mengajukanpertanyaan-pertanyaan pada terdakwa diikuti oleh hakim anggota, JPU dan PH. Majelis hakim dapat menunjukkan segala jenis barangbukti dan menanyakan pada terdakwa apakah ia mengenal benda tersebut. Jika perlu hakim juga dapat menunjukkan surat-surat atau gambar atau photo hasil rekonstruksi untuk meyakinkan jawaban atas pertanyaan hakim atau untuk menegaskan suatu fakta.

3.  Sidang Pembacaan Tuntutan
Pembacaan Tuntutan (requisitoir) Setelah membuka sidang, hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adalah pengajuan tuntutan.Selanjutnya hakim ketua bertanyapada JPU apakah telah siap mengajukan tuntutan pada sidang hari ini.
Apakah JPU sudah siap mengajukan tuntutan, maka hakim ketua mempersilahkan pada JPU untuk mengajukan atau membacakan tuntutannya. Sebelum tuntutan dibacakan, maka hakim ketua meminta kepada terdakwa agar menyimak dengan baik isi tuntutan.

4.  Sidang Pembacaan Putusan
Sebelum menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan berdasarkan atas surat dakwaan, segala sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana, pembelaan, dan tanggapan- tanggapan (replik-duplik). Apabila perkara ditangani oleh majelis hakim, maka dasar-dasar pertimbangan tersebut harus dimusyawarahkan oleh majelis hakim. Setelah naskah putusan siap dibacakan, maka langkah selanjutnya adalah :
a.  Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari iniadalah pembacaan putusan. Sebelum putusan dibacakan oleh hakim ketua meminta agar para pihak yang hadir memperhatikan isi putusannya dengan seksamamenyatakan siap menerima putusan tersebut, atau berpikir- pikir. Dalam hal ini terdakwa dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan PH nya atau terdakwa mempercayakan haknya kepada PH. Hal yang sama juga ditawarkan kepada JPU. Jika terdakwa/PH menyatakan sikap menerima , maka hakim ketua memerintahkan agar terdakwa menandatangani berita acara menerima pernyataan menerima putusan yang yang telah disiapkan oleh Panitera Pengganti(PP). jika terdakwa mengajukan banding, maka terdakwa diminta agar segera menandatangani akta permohonan banding (dapat dikuasakan kepada PH ). Jika terdakwa/PH menyatakan pikir- pikir dulu ,maka hakim ketua menjelaskan bahwa masa pikir- pikir diberikan selam 7 hari, apabila setelah 7 hari terdakwa tidak menyatakan sikap, maka terdakwa dianggap menerima putusan.
b.  Hakim ketua mulai membacakan putusan.
Tata cara pembacaan putusan sama dengan tata cara pembacaan putusan sela apabila naskah putusan panjang maka hakim anggota dapat menggantikan secara berganti.
c.  Pada saat hakim akan membaca/mengucapkan amar putusan (sebelum mulai membaca kata” mengadili….”) maka hakim ketua memerintahkan kepada terdakwa untuk berdiri di tempat. Setelah amar putusan dibacakan seluruhnya , hakim ketua mengetukkan palu 1x dan mempersilahkan terdakwa untuk duduk kembali.
d.  Hakim ketua menjelaskan secara singkat isi putusannya terutama yang berkaitan dengan amar putusannya hingga terdakwa mengerti terhadap putusan yang dijatuhkan terhadapnya.
e.  Hakim ketua menjelaskan hak-hak secara bijak terhadap putusan tersebut. Selanjutnya hakim ketua menawarkan pada terdakwa untuk menentukan sikapnya, apakah akan menyatakan siap menerima putusan tersebut, atau berpikir- pikir. Dalam hal ini terdakwa dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan PH nya atau terdakwa mempercayakan haknya kepada PH. Hal yang sama juga ditawarkan kepada JPU. Jika terdakwa/PH menyatakan sikap menerima, maka hakim ketua memerintahkan agar terdakwa menandatangani berita acara menerima pernyataan menerima putusan yang yang telah disiapkan oleh Panitera Pengganti(PP). jika terdakwa mengajukan banding, maka terdakwa diminta agar segera menandatangani akta permohonan banding (dapat dikuasakan kepada PH ). Jika terdakwa/PH menyatakan pikir- pikir dulu ,maka hakim ketua menjelaskan bahwa masa pikir- pikir diberikan selam 7 hari, apabila setelah 7 hari terdakwa tidak menyatakan sikap, maka terdakwa dianggap menerima putusan.
f.   Apabila tidak ada hal-hal yang akan disampaikanlagi, maka hakim ketua menyatakan bahwa seluruh rangkaian acara persidangan perkara pidana yang bersangkutan telah selesai dan menyatakan sidang ditutup. Tata caranya adlah : setelah mengucapkan kata-kata “ ……sidang dinyatakan ditutup” maka hakim ketua mengetukkan palu 3x
g.  Pejabat yang bertugas sebagai protokol mengumumkan bahwa hakim atau majelis hakim akan meninggalkan ruang sidang, dengan kata-kata kurang lebih “ hakim/majelis hakim akan meningalkan ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri.
h.  Semua yang hadir dalam sidan tersebut , termasuk PH dan JPU turut berdiri.
i.   Hakim atau majelis hakimmeninggalkan ruang sidang dengan melalui pintu khusus , mulai dari yang terdepan Hakim ketua diikuti oleh hakim anggota 1 dan kemudian hakim anggota II
j.   Para pengunjung sidang , JPU,PH, terdakwa berangsur-angsur meninggalkan ruang sidang, Apabila putusan menyatakan terdakwa tetap ditahan , maka pertama-tama yang meninggalkan ruang sidang adalah terdakwa dengan dikawal petugas
Di dalam dunia peradilan, ada beberapa jenis pelaksanaan putusan yaitu :
1.  putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang.
2.  putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
3.  putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap.
4.  eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang

Selanjutnya didalam mengeksekusi putusan pengadilan, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan antara lain :
1.  Putusan telah berkekuatan hukum tetap kecuali dalam hal :
a.  Pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat dilaksanakan  lebih dahulu
b.  Pelaksanaan putusan provinsi
c.  Pelaksanaan akta perdamaian
d.  Pelaksanaan Grose Akta
2.  Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara suka rela meskipun ia telah diberi peringatan (aan maning) oleh ketua pengadilan agama
3.  Putusan hakim yang bersifat kondemnatoir, sehingga dalam putusan diklaratoir dan konstitutif tidak diperlukan eksekusi
4.  Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama
Sedangkan yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah pengadilan tingkat pertama, PTA tidak berwenang melaksanakaan eksekusi. Sedangkan tata cara sita eksekusi sebagai berikut :
1.   Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan
2.   Berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Agama, surat perintah dikeluarkan apabila :
-    Tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah
-    Tergugat tidak mau memenuhi perintah dalam amar putusan selama masa peringatan
3.   Dilaksanakan oleh panitera atau juru sita
4.   Pelaksanaan sita eksekusi harus dibantu oleh dua orang saksi :
   Keharusan adanya dua saksi merupakan syarat sah sita eksekusi
-    Dua orang saksi tersebut berfungsi sebagai pembantu sekaligus sebagai saksi sita eksekusi
-    Nama dan pekerjaan kedua saksi tersebut harus dicantumkan dalam berita acara sita eksekusi
-    Saksi-saksi tersebut harus memenuhi syarat :
a.  Telah berumur 21 tahun
b.  Berstatus penduduk Indonesia
c.  Memiliki sifat jujur
5.   Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi
6.   Membuat berita acara sita eksekusi yang memuat :
a.  nama, pekerjaan dan tempat tinggal kedua saksi
b.  merinci secara lengap semua pekerjaan yang dilakuan
c.  berita acara ditanda tangani pejabat pelaksana dan kedua saksi
d.  pihak tersita dan juga kepala desa tidak diharuskan, menurut hukum, untuk ikut menanda tangani berita acara sita
e.  Isi berita acara sita harus diberi tahukan kepada pihak tersita, yaitu segera pada saat itu juga apabila ia hadir pada eks penyitaan tersebut, atau jika tidak hadir maka dalam waktu yang secepatnya segera diberitahukan dengan menyampaikan di tempat tinggalnya
7.  Penjagaan yuridis barang yang disita diatur sebagai berikut :
a.  Penjagaan dan penguasaan barang sita eksekusi tetap berada di tangan tersta
b.  Pihak tersita tetap bebas memakai dan menikmatinya sampai pada saat dilakukan penjualan lelang
c.  Penempatan barang sita eksekusi tetap diletakkan di tempat mana barang itu disita, tanpa mengurangi kemungkinan memindahkannya ke tempat lain
d.  Penguasaan penjagaan tersebut harus disebutkan dalam berita acara sita
e.  Mengenai barang yang bisa habis dalam pemakaian, maka tidak boleh dipergunakan dan dinikmati oleh tersita
8.  Ketidak hadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi

d.  Contoh-Contoh Putusan Hakim
1.  Putusan MARI Register Nomor 5096 K/Pdt/1998 ; Tanggal 28 April 2000 Hutang Piutang
Pemberian /pembayaran yang dilakukan dengan bilyet giro kepada sesorang dapat disamakan dengan pengakuan hutang. Dengan demikian terbukti si pemberi mengakui mempunyai hutang.
Ganti rugi atas hilangnya keuntungan yang diharapkan sesuai dengan rasa keadilan besarnya adalah 10 % per tahun terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri sampai hutang dilunasi.
2.  Putusan MARI Nomor 83 K/Ag/1999 ; Tanggal 24 February 2000 Ikrar Thalak
Di dalam hal gugatan ikrar talak, dimana pihak ayah-ibu dapat diangkat sebagai saksi dan disesuaikan dengan keterangan pada saksi dari tergugat.
3.  Putusan Mahkamah Agung No. 288 K/Sip/1973 ; Tgl 16-12-1975 Pengakuan Sebagai Alat Bukti
Berdasarkan Yurisprudensi tetap mengenai hukum pembuktian dalam acara khususnya pengakuan, hakim berwenang menilai suatu pengakuan sebagai tidak mutlak karena diajukan tidak sebenarnya. Hal bagaimana terdapat suatu pengakuan yang diajukan tidak dengan sebenarnya merupakan wewenang judex facti yang tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi. i.c. Pengadilan Tinggi mempertimbangkan : bahwa pengakuan tergugat I - turut terbanding, yang memihak pada para penggugat-terbandin g, tidak disertai alasan-alasan yang kuat (met redenen omkleed) maka menurut hukum tidak dapat dipercaya.
Dalam perkara : Djaenudin lawan 1. A'ah 2. sardja dan Mukim dkk.
Susunan Majelis
1.  Dr. R. Santosa Peodjosoebroto SH
2.  Bustanul Arifin SH
3.  RZ Asikin Kusumah Atmadja SH




[1] . Abdul Rahmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, Malang : Banyumedia Publishing 2005. Hlm 130.
[2] Muhammad Ali, dalam Harta Dili, 2007:  hlm. 8.
[3] Ismail Masya, dalam Nadia, 2011:  hlm. 8.
[4] Http.Uns.ac.id/pengertian prosedur. Diunduh tanggal 16 juni 2013.
[5] http://smjsyariah89.wordpress.com/2 011/06/20/penetapan-dan- putusan.
[6] http://jojogaolsh.wordpress.com/ 2010/10/12/pengertian-dan- macam-macam-putusan.
[7]Muhammad Salam Madku, Peradilan Dalam Islam, Binas Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 127.



0 Response to "Jurisprodensi"