أَبْدَأُ بِسْـمِ اللهِ وَالرَّحْمنِ وَبِالرَّحِيْمِ
دَائِمِ اْلإِحْسَانِ
فَالْحَمْدُ للهِ الْقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ اَلآخِرِ
الْبَـاقِي بِلاَتَحَوُّلِ
Saya memuji dengan menyebut Nama Allah SWT, Nama
al-Rahman dan al-Rahim yang selalu berbuat kebaikan. Segala puji bagi
Allah SWT yang Maha Qadim (tidak ada permulaannya), dan Maha Awal Yang
Maha Akhir, dan kekal tanpa ada perubahan.
ثُمَّ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَرْمَدَا عَلَى النَّبِيِّ
خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا
Kemudian shalawat dan salam sejahtera semoga selamanya
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai orang terbaik yang mengesakan
Allah SWT
Syarh:
Muncul pertanyaan, apa perlunya mengucapkan salawat kepada
Nabi Muhammad SAW padahal beliau adalah orang yang mulia dan terpilih, dengan
jaminan surga dari Allah SWT?
Jawaban dari pertanyaan ini adalah, di dalam al-Qur’an
disebutkan bahwa mengucapkan shalawat adalah teladan dari Allah SWT dan para
malaikat yang mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sekaligus perintah
Allah SWT kepada seluruh umat Islam untuk membaca shalawat dan salam kepada
Nabi Muhammad SAW. Firman Allah SWT:
إِنَّ
اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب، 56).
"Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." (QS. al-Ahzab : 56).
Sebagian ulama menyatakan bahwa shalawat adalah mendoakan
Nabi Muhammad SAW, agar selalu mendapatkan shalawat dan salam Allah SWT.
Mendoakan Nabi Muhammad SAW agar pada masa yang akan datang, rahmat dan salam
Allah SWT itu akan terus diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sebagian lain mengatakan bahwa walaupun shalawat adalah
mendo’akan Nabi Muhammad SAW namun pada hakikatnya ketika seorang membaca
shalawat ia sedang bertawassul dan mengharapkan barokah Allah SWT turun kepada
dirinya dengan perantara shalawat tersebut. Oleh karena itulah ketika seseorang
membaca shalawat, niatnya tidak untuk mendoa’kan Nabi Muhammad SAW, tetapi
mengharap kepada Allah SWT agar semua keinginannya bisa terkabulkan dengan barokah
shalawat yang dibaca.
وَآلِهِ وَصَـحْبِهِ وَمَنْ تَبِعْ سَبِيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ
غَيْرَ مُبْتَدِعْ
Begitu pula shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada
keluarga serta para sahabatnya dan siapa pun yang mengikuti jalan agama yang
benar tanpa berbuat bid’ah.
Syarh:
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW kemudian
diiringi dengan shalawat kepada keluarga dan para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Yang dimaksud sahabat Nabi adalah orang-orang yang pernah
melihat Nabi dalam keadaan Islam dan meninggalkan dunia tetap pada
keislamannya.
Sahabat adalah orang-orang yang mulia, dan selalu dalam
petunjuk Allah SWT, walaupun bukan berarti mereka tidak pernah berbuat salah
dan dosa. Di antara mereka ada yang telah dijamin masuk surga. Mereka
adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang kokoh, rela mengorbankan harta
bahka nyawa demi kejayaan agama Allah SWT. Taat beribadah kepada Allah SWT
dengan sepenuh hati, bersujud demi mengabdi kepada Allah SWT. Firman Allah
SWT:
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ
بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللهِ
وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ. (الفتح، 29).
"Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud." (QS. al-Fath : 29).
Atas jasanya yang besar pada perjuangan menegakkan agama
Allah SWT, Allah SWT memberikan ridha-Nya kepada mereka dan menjanjikan balasan
surga yang siap menanti kedatangan mereka di akhirat. Firman Allah SWT:
وَالسَّابِقُونَ
اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ. (التوبة، 100).
"Orang-orang yang terdahulu
lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar
dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga
yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. al-Taubah : 100).
Ketika Allah SWT telah memberikan ridha-Nya kepada para
sahabat, maka sudah seharusnya kita sebagai umat Islam wajib mengakui serta
menghormati dan mendo’akan sahabat Nabi Muhammad SAW. Tidak menyalahkan apalagi
mengkafirkan mereka. Sabda Nabi Muhammad SAW:
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ J لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ لاَ تَسُبُّوْا
أَصْحَابِيْ فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ
مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ. (صحيح
مسلم، رقم: 4610).
“Dari Abu Hurairah RA. berkata,
Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabat, janganlah
kalian mencaci sahabat-sahabatku!. Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah
satu diantara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala nafkah
itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengahnya dari (nafkah)
mereka”. (Shahih Muslim [4610]).
Para sahabat tidak melakukan hal-hal yang terlarang dalam
agama, termasuk pula tidak akan berbuat bid’ah yang terlarang dalam agama. Apa
yang mereka kerjakan, walaupun tidak dicontohkan secara langsung oleh
Rasulullah SAW, bukanlah sebuah bid’ah yang buruk (sayyi’ah), tetapi bid’ah
yang baik (hasanah) yang dianjurkan dalam agama. Karena Rasulullah SAW
menganjurkan umat Islam untuk mengikuti apa yang beliau teladankan serta apa
yang diteladankan oleh para sahabatnya. Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْبَاضَ بْنَ
سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ J: فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّيْنَ. (مسند احمد بن حنبل،
16519).
"Dari Abdurrahman bin Amr
as-Sulamy, sesungguhnya ia mendengar Irbadh bin Sariyah berkata, Rasulullah SAW
memberikan wejangan kepada kami, “Maka kalian wajib berpegang teguh pada
sunnahku (apa yang aku ajarkan) dan sunnah al-Khulafaur Rasyidin (sahabat yang
empat yang terpilih) yang mendapatkan petunjuk dari Allah.” (Musnad Ahmad
Ibn Hanbal, 16519).
وَبَعْدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَةْ مِنْ وَاجِبٍ
ِللهِ عِشْرِيْنَ صِفَةْ
Setelah apa yang dikemukakan tadi, ketahuilah tentang
kewajiban mengetahui ada dua puluh sifat yang wajib bagi Allah SWT.
Syarh:
Aqoid lima puluh adalah 50 hal yang wajib ketahui dan
diyakini oleh seorang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
اِعْلَمْ
أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَعْرِفَ خَمْسِيْنَ عَقِيْدَةً وَكُلُّ
عَقِيْدَةٍ يَجِبُ عَلَيْهَ أَنْ يَعْرِفَ لَهَا دَلِيْلاً اِجْمَالِيّا أَوْ
تَفْصِيْلِيًّا (كفاية العوام، 3).
"Ketahuilah bahwa setiap
muslim (laki-laki atau perempuan) wajib mengetahui lima puluh akidah beserta
dalil-dalilnya yang bersifat global atau terperinci." (Kifayatul
'Awam, 3).
Lima puluh keyakinan itu terdiri dari:
1.
Keimanan kepada Allah SWT:
a.
Sifat wajib bagi Allah SWT = 20
b.
Sifat mustahil bagi Allah SWT = 20
c.
Sifat jaiz bagi Allah SWT = 1
2.
Keimanan kepada para rasul:
a.
Sifat wajib bagi rasul = 4
b.
Sifat mustahil bagi rasul = 4
c.
Sifat jaiz bagi rasul = 1
Jumlah = 50
Yang dimaksud sifat wajib di sini adalah sesuatu yang
pasti ada atau dimiliki Allah SWT atau rasul-Nya, di mana akal tidak akan
membenarkan jika sifat-sifat itu tidak ada pada Allah SWT dan rasul-Nya.
Mustahil merupakan perkara yang tidak mungkin ada pada
Allah SWT dan rasul-Nya. Kebalikan dari sifat wajib, yaitu akal tidak akan
terima jika sifat-sifat tersebut ada pada Allah SWT dan para rasul-Nya.
Sedangkan jaiz adalah sifat yang tidak harus ada pada
Allah SWT dan rasul-Nya. Dengan pengertian bahwa ada dan tidak adanya sifat ini
pada Allah SWT dan rasul-Nya bisa diterima oleh akal.
فَاللهُ مَوْجُوْدٌ قَدِيْمٌ بَاقِيْ مُخَالِفٌ لِلْخَلْقِ
بِاْلإِطْلاَقِ
Maka Allah SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada),
Qadim (tidak ada permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara
mutlak.
Syarh:
Sifat Allah SWT yang dua puluh tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Wujud (Ada)
Allah SWT adalah Tuhan yang wajib kita sembah itu pasti
ada. Allah SWT, ada tanpa ada perantara sesuatu dan tanpa ada yang mewujudkan.
Firman Allah SWT:
إِنَّنِي
أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي
(طه،14).
"Sesungguhnya Aku ini adalah
Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha : 14).
Kalau sekarang manusia tidak bisa melihat Allah SWT, itu
karena memang ada hijab sehingga manusia tidak mampu melihat Allah SWT,
sebagaimana yang dialami oleh Nabi Musa AS (QS. Al-A'raf : 143). Kelak di
surga, ketika hijab itu diangkat, manusia akan mampu melihat jelas Dzat Allah
SWT dan dengan mata telanjang. Sabda Nabi SAW:
عَنْ
جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ J فَنَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ
فَقَالَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ
تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ (رواه البخاري ومسلم).
"Dari Jarir bin Abdillah RA
ia berkata, "Suatu malam kami berkumpul bersama Nabi SAW. Kemudian Nabi
SAW melihat bulan purnama, lalu bersabda, "Sesungguhnya kelak kalian akan
melihat Tuhan kalian (sama jelasnya ) seperti kalian melihat bulan purnama ini,
kalian tidak silau ketika melihatnya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Adanya alam semesta beserta isinya merupakan tanda bahwa
Allah SWT ada. Dialah yang menciptakan alam raya yang menakjubkan ini.
Kebalikan sifat ini adalah sifat adam (العدم), yakni Allah SWT
mustahil tidak ada.
2. Qidam (Dahulu)
Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah SWT
pasti lebih dahulu sebelum makhluk. Firman Allah SWT:
هُوَ
اْلأَوَّلُ وَاْلآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
(الحديد،3).
“Dialah yang Awal dan yang akhir
yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu."
(QS. al-Hadid : 3).
Dahulu bagi Allah SWT tanpa awal. Tidak berasal dari tidak
ada kemudian menjadi Ada. Sabda Nabi SAW:
عَنْ
عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ J،
كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ (رواه البخاري والبيهقي).
"Dari Imron bin Hushain RA,
Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT ada (dengan keberadaan tanpa
permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya." (HR. al-Bukhari dan al-Baihaqi).
Kebalikannya adalah huduts (حدوث), yakni mustahil Allah SWT itu baru
dan memiliki permulaan.
3. Baqa’ (Kekal)
Arti baqa' adalah bahwa Allah SWT senantiasa ada, tidak
akan mengalami kebinasaan atau rusak. Dalam al-Qur’an disebutkan:
كُلُّ
مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
(الرحمن، 26-27).
“Semua yang ada di bumi itu akan
binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan."
(QS. ar-Rahman : 26-27).
Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia
selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu.
Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah SWT:
كُلُّ
شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (القصص، 88).
"Tiap-tiap sesuatu pasti
binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah
kamu dikembalikan." (QS. al-Qashash : 88).
Kebalikannya adalah sifat Fana (فناء), yang berarti mustahil Allah SWT
tidak kekal.
4. Mukhalafatu Lilhawaditsi, (Berbeda dengan
makhluk)
Allah SWT pasti berbeda dengan segala yang baru (makhluk).
Perbedaan Allah SWT dengan makhluk itu mencakup segala hal, baik dalam sifat,
dzat dan perbuatannya. Firman Allah SWT:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. (الشورى، 11).
"Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
(QS. as-Syura : 11).
Apapun yang terlintas di dalam benak dan pikiran
seseorang, maka Allah SWT tidak seperti yang dipikirkan itu. Imam Ahmad
mengatakan:
مَهْمَا
تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ. (الفرق بين الفرق، 20).
"Apapun yang terlintas di
benakmu (tentang Allah SWT) maka Allah SWT tidak seperti yang dibayangkan itu."
(Al-Farqu Bainal Firoq, 20).
Karena itulah seorang mukmin tidak diperkenankan membahas
Dzat Allah SWT karena ia tidak akan mampu untuk melakukannya. Justru ketika ia
menyadari akan kelemahannya itu, maka pada saat itu sebenarnya ia telah
mengenal Allah SWT. Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq mengatakan:
اَلْعَجْزُ
عَنْ دَرْكِ اْلإِدْرَاكِ اِدْرَاكٌ وَالْبَحْثُ عَنْ ذَاتِهِ كُفْرٌ وَإشْرَاكٌ
Ketidak-mampuan
untuk mengetahui Allah SWT adalah sebuah kemampuan. Sedangkan membahas Dzat
Allah SWT adalah kufur dan syirik.
Kebalikannya adalah mumatsalatuhu lilhawaditsi (مماثلته
للحوادث), yakni mustahil Allah SWT sama dengan makhluk-Nya.
وَقَائِمٌ غَنِي وَوَاحِدٌ وَحَيْ قَادِرْ مُرِيْدٌ عَالِمٌ
بِكُلِّ شَيْ
Allah SWT adalah Dzat Yang berdiri sendiri, Tunggal,
Hidup, Berkuasa, Berkehendak dan Mengetahui segala sesuatu.
Syarh:
5. Qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri)
Berbeda dengan makhluk yang masih membutuhkan sesuatu yang
lain diluar dirinya, Allah SWT tidak butuh terhadap sesuatu apapun. Allah
SWT tidak membutuhkan tempat dan dzat yang menciptakan. Dalam hal ini Allah SWT
berfirman:
إِنَّ
اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (العنكبوت، 6).
"Sesungguhnya Allah SWT
benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."
(QS. al-Ankabut : 6).
Allah SWT Maha Kuasa untuk mewujudkan sesuatu tanpa
membutuhkan bantuan makhluk-Nya. Tetapi merekalah yang membutuhkan Allah SWT.
Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلىَ اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
(فاطر، 15).
"Hai
manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Fathir : 15).
Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya.
Bahkan terhadap ibadah yang dilakukan seorang hamba, Allah SWT tidak
membutuhkannya. Ketika Allah SWT mensyariatkan shalat, puasa, zakat, haji,
sedekah dan lain sebagainya, maka itu bukan karena Allah SWT membutuhkannya.
Tetapi karena di dalamnya ada manfaat besar yang akan dirasakan oleh
orang-orang yang melaksanakan-Nya. Jadi ibadah itu bukan untuk kepentingan
Allah SWT, tetapi itu adalah kebutuhan kita sebagai hamba.
Kebalikan dari sifat ini adalah ihtiyajuhu li ghairihi (إحتياجه
لغيره) artinya mustahil Allah SWT butuh kepada makhluk.
6. Wahdaniyat (Esa/satu)
Allah SWT satu/esa, tidak ada tuhan selain Diri-Nya. Allah
SWT Maha Esa dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya. Firman Allah SWT:
قُلْ
إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ (الأنبياء، 108).
"Katakanlah:
"Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu
adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)".
(QS. al-Anbiya' : 108).
Satu dalam Dzat Artinya, bahwa Dzat Allah SWT satu, tidak
tersusun dari beberapa unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang
menyamai Dzat Allah SWT.
Satu dalam sifat artinya bahwa sifat Allah SWT tidak
terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat
Allah SWT.
Dan satu dalam perbuatan adalah bahwa hanya Allah SWT yang
memiliki perbuatan. Dan tidak satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah SWT.
Sifat yang mustahil bagi-Nya yaitu “ta’addud"
(تعدد) berbilangan, bahwa
mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah SWT:
لَوْ
كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ
الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (الأنبياء، 22).
“Sekiranya ada di langit dan di
bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka
Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.”
(QS. al-Anbiya’: 22).
7. Qudrat (Kuasa)
Allah SWT Maha Kuasa dengan kekuasaan yang tidak terbatas.
Kekuasaan Allah SWT meliputi terhadap segala sesuatu. Kuasa untuk mewujudkan
dan meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman:
وَاللهُ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الحشر، 6).
“Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. al-Hasyr : 6).
Kalau Allah SWT tidak kuasa, tentu Ia tidak akan mampu
meciptakan alam raya yang sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi
Allah SWT memiliki sifat al-'Ajzu (العجز) yang berarti lemah.
8. Iradah (Berkehendak)
Allah SWT Maha berkehendak, dan tidak seorangpun yang
mampu menahan kehendak Allah SWT. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT berfirman:
قُلْ
فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ
أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. (الفتح، 11).
"Katakanlah: "Maka
siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia
menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfa`at bagimu.
Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Fath
: 11).
Allah SWT juga berfirman:
إِنَّمَا
أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (يس، 82).
"Sesungguhnya perintah-Nya
apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" maka terjadilah ia." (QS. Yasin : 82).
Lawan dari sifat ini adalah (الكراهة) yang mempunyai makna
“terpaksa", yakni mustahil Allah berbuat sesuatu karena terpaksa, atau
tidak dengan kehendak-Nya sendiri.
9. Ilmu (Mengetahui)
Allah SWT adalah Dzat yang Maha Menciptakan, maka Ia pasti
mengetahui segala sesuatu diciptakan-Nya. Allah SWT mengetahui dengan jelas
akan semua perkara yang jelas tampak ataupun yang samar, tanpa ada perbedaan
antara keduanya. Allah SWT berfirman:
إِنَّهُ
يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى. (الأعلى، 7).
“Sesungguhnya Dia mengetahui yang
terang dan yang tersembunyi.” (QS. al-A’la : 7).
Kebalikan sifat ini adalah al-jahlu (الجهل), yang berarti bodoh.
Bahwa mustahil Allah SWT bodoh atau tidak mengetahui pada apa yang diciptakan.
10. Hayat (Hidup)
Allah SWT Maha Hidup, dan hidup Allah SWT adalah kehidupan
abadi, tidak pernah dan tidak akan mati.
وَتَوَكَّلْ
عَلَى ٱلْحَيِّ ٱلَّذِي لاَ يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ
عِبَادِهِ خَبِيراً. (الفرقان : 58).
"Dan bertawakkallah kepada
Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya.
Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya." (QS.
al-Furqan : 58).
Kebalikan dari sifat ini adalah al-mautu (الموت), yang berarti mati.
Yakni mustahil Allah SWT mati.
سَمِـيْعٌ الْبَصِيْرُ وَالْمُتَكَلِّمُ لَهُ صِفَـاتٌ
سَبْعَةٌ تَنْتَظِمُ
فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَمْعٌ بَصَرْ حَيَاةٌ الْعِلْمُ
كَلاَمٌ اسْتَمَرْ
Allah SWT juga Maha Mendengar, Melihat, dan Berbicara
Dia mempunyai tujuh sifat yang teratur, Yaitu sifat Qudrat, Iradat, Sama', Bashar Hayat, Ilmi dan Kalam yang berlangsung terus.
Dia mempunyai tujuh sifat yang teratur, Yaitu sifat Qudrat, Iradat, Sama', Bashar Hayat, Ilmi dan Kalam yang berlangsung terus.
Syarh:
11. Sama’ (Mendengar)
Allah SWT Maha Mendengar. Namun pendengaran Allah SWT
tidak sama dengan pendengaran manusia yang bisa dibatasi ruang dan waktu. Allah
SWT mendengar dengan jelas semua yang diucapkan hamba-Nya. Pendengaran Allah
SWT tidak berbeda pada perkara yang dhahir atau yang bathin. Firman Allah SWT:
إِنَّهُ
هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ. (الدخان : 6).
"Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. ad-Dukhan : 6).
Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu (الصمم) yang berarti tuli.
Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu tuli.
12. Bashor (Melihat)
Allah SWT Maha melihat segala sesuatu. Baik yang nampak
ataupun yang samar. Bahkan andaikata ada semut yang sangat hitam berjalan di
tengah malam yang gelap gulita, Allah SWT dapat melihatnya dengan jelas.
فَاطِرُ
ٱلسَّمَاوَاتِ وَٱلأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَمِنَ
ٱلأَنْعَامِ أَزْواجاً يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ
ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ. (الشورى : 11).
"(Dia) Pencipta langit dan bumi.
Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari
jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang
biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. as-Syura : 11).
Kebalikan sifat ini adalah al-'ama (العمى) yang berarti buta,
yakni bahwa mustahil Allah SWT itu buta.
13. Kalam (Berfirman)
Allah SWT Maha berfirman, namun firman Allah SWt tidak
sama seperti perkataan manusia yang terdiri dari suara dan susunan kata-kata.
Firman Allah SWT, tanpa suara dan kata-kata.
وَرُسُلاً
قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ
وَكَلَّمَ ٱللهُ مُوسَىٰ تَكْلِيماً. (النساء : 164).
"Dan (kami telah mengutus)
rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu,
dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah
telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. an-Nisa’ :164).
Kebalikan sifat ini adalah al-bakamu (البكم), yang berarti bisu.
Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu bisu.
Tujuh sifat ini adalah tergolong sifat Ma’ani.
Sedangkan tujuh sifat setelahnya adalah sifat Ma’nawiyyah. Yakni,
14) Qodiron (Allah Maha Berkuasa ), 15) Muridan (Allah Maha Berkehendak), 16)
Aliman (Allah Maha Mengetahui), 17) Hayyan (Allah Maha Hidup), 18) Sami’an
(Allah Maha Mendengar), 19) Bashiron (Allah Maha Melihat), dan 20) Mutakalliman
(Allah Maha Berbicara).
Jika diperinci, maka dua puluh sifat wajib bagi Allah SWT
terbagi menjadi empat criteria,
1.
Sifat Nafsiyyah, yakni sifat untuk menegaskan adanya Allah SWT, di
mana Allah SWT menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut. Yang tergolong
sifat ini hanya satu, yakni sifat wujud.
2.
Sifat Salbiyyah, yaitu sifat yang digunakan untuk meniadakan
sesuatu yang tidak layak bagi Allah SWT. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat
yakni, 1) Qidam, 2) Baqo', 3) Mukhalafatu lil hawaditsi, 4) Qiyamuhu binafsihi,
dan 5) Wahdaniyyah.
3.
Sifat Ma’ani, adalah sifat yang pasti ada pada Dzat Allah SWT.
Terdiri dari tujuh sifat, 1) Qudrat, 2) Iradah, 3) Ilmu, 4) Hayat, 5) Sama’, 6)
Bashar dan 7) Kalam.
4.
Sifat Ma’nawiyyah, adalah sifat yang mulazimah (menjadi akibat)
dari sifat ma’ani, yakni 1) Qadiran, 2) Muridan, 3) Aliman, 4) Hayyan, 5)
Sami’an, 6) Bashiran, 7) Mutakalliman.
وَجَائِزٌ بِفَضـْلِهِ وَعَدْلِهِ تَرْكٌ لِكُلِّ مُمْكِنٍ
كَفِعْلِهِ
Dan adalah boleh dengan anugerah Allah SWT dan
keadilannya, ialah meninggalkan segala yang mungkin seperti
halnya Dia melakukannya.
Syarh:
Sifat jaiz Allah SWT ada satu, yakni:
فِعْلُ
كُلِّ مُمْكِنٍ أَوْ تَرْكُهُ
"Allah berhak untuk
mengerjakan sesuatu atau meninggalkan (tidak mengerjakan)-nya."
Tidak ada satu pun kekuatan yang dapat memaksa-Nya. Allah
SWT memiliki hak penuh untuk mengerjakan atau mewujudkan suatu perkara.
Sebagaimana juga Allah SWT mempunyai pilihan bebas untuk tidak menjadikannya.
Firman Allah SWT:
إِنَّمَا
قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. (النحل
:40).
"Sesungguhnya perkataan Kami
terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya:
"Kun (jadilah)", maka jadilah ia." (QS. an-Nahl : 40).
Tidak seorangpun dari makhluk Allah SWT yang berhak untuk
memaksa Allah SWT untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Karena Allah
SWT adalah Dzat yang Maha Memaksa dan Maha Kuasa, tidak bisa dipaksa atau
dikuasai. Sedangkan usaha dan doa manusia hanya sekedar perantara
untuk mengharap belas kasih Allah SWT dalam mengabulkan apa yang diinginkan.
Keputusan akhir adalah mutlak ada pada kekuasaa Allah SWT. Firman Allah SWT:
وَرَبُّكَ
يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللهِ
وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. (القصص : 68).
"Dan Tuhanmu menciptakan apa
yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.
Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan
Dia)." (QS. al-Qashash : 68).
أَرْسَلَ أَنْبِيَا ذَوِيْ فَطَانَةْ بِالصِّدْقِ
وَالتَّبْلِيْغِ وَاْلأَمَانَةْ
Allah SWT mengutus beberapa nabi yang memiliki kecerdasan,
dengan perkataan yang benar, menyampaikan perintah Allah SWT dan amanah.
Syarh:
Allah SWT mengutus para nabi dan rasul untuk menyampaikan
serta menyebarkan ajaran Islam ke muka bumi. Nabi adalah seorang manusia yang
menerima wahyu dari Allah SWT, namun tidak ada perintah untuk disampaikan
kepada kaumnya.
Sedangkan rasul, selain menerima wahyu ia juga
diperintahkan untuk menyampaikannya kepada kaum. Maka bisa dikatakan bahwa
setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak semua nabi adalah rasul.
Sebagai utusan Allah SWT, mereka adalah manusia-manusia
pilihan yang dibekali Allah SWT dengan keistimewaan-keistimewaan yang tidak
dimiliki makhluk Allah SWT yang lain. Begitu pula mereka diberikan sifat-sifat
kesempurnaan sebagai penguat atas risalah yang dibawa.
Khusus bagi Rasul, sebagai kesempurnaan dari risalah yang disampaikan, Allah SWT menganugerahkan empat sifat kesempurnaan, yang pasti dimiliki oleh seorang rasul Allah SWT. Yakni:
1. Shidiq (jujur)
Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya.
Pujian Allah SWT kepada Nabi Ibrahim:
وَاذْكُرْ
فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيْقًا نَبِيًّا. (مريم :41).
"Ceritakanlah
(hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-Qur'an) ini.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi."
(QS. Maryam : 41).
Setiap rasul pasti jujur dalam pengakuan atas
kerasulannya. Dan apa yang disampaikan pasti benar adanya, karena memang
bersumber dari Allah SWT. Firman Allah SAW:
وَمَا
يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰ، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَىٰ, (النجم : 3-4).
"Dan tiadalah yang diucapkannya
itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)." (QS. an-Najm : 3-4).
2. Tabligh (menyampaikan)
Setiap rasul pasti menyampaikan apa yang diterima dari
Allah SWT. Jika Allah SWT, memerintahkan rasul untuk menyampaikan wahyu,
seorang rasul pasti menyampaikan wahyu tersebut kepada kaumnya. Dalam al-Qur’an
disebutkan:
أُبَلِّغُكُمْ
رِسَالاَتِ رَبِّيْ وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ.
(الأعراف : 62).
"Aku sampaikan kepadamu
amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari
Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf : 62).
3. Amanah (bisa dipercaya)
Secara bahasa amanah berarti bisa dipercaya. Sedangkan
yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap
ucapan dan perbuatannya, karena rasul tidak mungkin melakukan perbuatan yang
dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika. Setiap rasul tidak
mungkin terperosok ke dalam perzinahan, pencurian, menkonsumsi minuman keras,
berdusta, menipu dan lain sebagainya. Rasul tidak mungkin memiliki sifat hasud,
riya’, sombong, dusta dan sebagainya.
4. Fathonah (cerdas)
Dalam menyampaikan risalah Allah SWT, tentu dibutuhkan
kemampuan dan strategi khusus agar risalah yang disampaikan bisa diterima
dengan baik. Karena itu, seorang rasul pastilah orang yang cerdas. Kecerdasan
ini sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang membangkang dan
menolak ajaran Islam. Dalam al-Qur’an disebutkan:
قَالُوا
يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا
إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ. (هود : 32).
"Mereka berkata: "Hai
Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah
memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang
kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar."
(QS. Hud : 32).
وَجَائِزٌ فِي حَقِّهِمْ مِنْ عَرَضِ بِغَيْرِ نَقْصٍ
كَخَفِيْفِ الْمَرَضِ
Adalah boleh bagi para rasul mengalami kejadian yang
dialami manusia. Tanpa mengurangi derajat mereka seperti sakit yang ringan.
Syarh:
Walaupun sebagai seorang utusan Allah SWT yang memiliki
sifat kesempurnaan melebihi makhluk Allah SWT yang lain, namun hal itu tidak
akan melepaskan mereka dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang
rasul tetaplah sebagai seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana
manusia yang lain.
Para rasul Allah SWT memiliki sifat serta melakukan
aktifitas sebagaimana manusia kebanyakan. Sudah tentu yang dimaksud adalah
prilaku dan sifat-sifat yang tidak mengurangi derajat kenabian mereka di mata
manusia. Seperti makan, minum, tidur, sakit dan semacamnya. Sedangkan prilaku
yang dapat merendahkan derajat kerasulannya, mereka tidak pernah melakukannya.
Dan inilah yang membedakan mereka dengan manusia yang lain.
عِصْمَتُهُمْ كَسَائِرِ الْمَلاَئِكَةْ وَاجِبَةٌ
وَفَاضَلُوْا المَـلاَئِكَةْ
Mereka wajib terpelihara dari perbuatan dosa (ma'shum)
seperti halnya Malaikat dan keutamaan mereka melebihi para Malaikat.
Syarh:
Sebagaimana para malaikat, yang selalu patuh kepada
perintah Allah SWT, dan tidak pernah sekalipun melanggar larangan Allah SWT,
maka para nabi dan rasul Allah SWT juga demikian. Mereka adalah orang-orang
yang dijaga Allah SWT dari perbuatan yang dapat mendatangkan dosa. Para nabi
dan Rasul adalah orang yang selalu melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi
larangannya.
Allah SWT telah menjaga para nabi dan rasul dari
terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sejak mereka masih kecil, sebelum mereka
mengemban risalah Allah SWT, begitu pula setelah diangkat menjadi nabi dan
rasul Allah SWT.
Oleh karena itu, jika ada seseorang yang mengaku sebagai
nabi Allah SWT, namun diantara perbuatannya ada yang melanggar perintah Allah
SWT, atau mempermainkan dan mempermudah ajaran agama yang dibawa, maka
pengakuannya sebagai nabi harus ditolak.
وَالْمُسْتَحِيْلُ ضِدُّ كُلِّ وَاجِبِ فَاحْفَظْ
لِخَمْسِيْنَ بِحُكْمٍ وَاجِبِ
Sifat mustahil adalah kebalikan dari setiap sifat yang
wajib, maka hafalkanlah aqaid lima puluh untuk melaksanakan hukum yang wajib.
Syarh:
Sedangkan sifat
mustahil bagi rasul adalah kebalikan dari sifat wajib yang empat di atas.
Perincian sifat mustahil bagi para rasul
tersebut adalah sebagai berikut.:
1. Shidiq (jujur) = Kidzib (dusta)
2. Amanah (dapat dipercaya) = Khiyanat (tidak dapat
dipercaya)
3. Tabligh (menyampaikan wahyu) = Kitman (menyembunyikan
wahyu)
4. Fathonah (cerdas) = Baladah (bodoh)
Dengan demikian maka genaplah aqoid lima puluh yang wajib diketahui oleh umat Islam.
تَفْصِيْلُ خَمْسَةٍ وَعِشْرِيْنَ لَزِمْ كُلَّ مُكَلَّفٍ
فَحَقِّقْ وَاغْتَنِمْ
Rincian 25 rasul wajib diketahui oleh setiap orang
mukallaf, maka pastikan dan raihlah jumlahnya.
Syarh:
Para rasul Allah SWT sangat banyak, sebagian ulama
mengatakan hingga mencapai 315 rasul. Sedangkan nabi Allah SWT mencapai
124.000. Di antara mereka ada yang wajib untuk diketahui dan ada yang tidak
wajib. Nabi dan rasul Allah SWT yang wajib diketahui berjumlah 25, yakni mereka
yang disebutkan di dalam al-Qur’an. Dengan perincian sebagai berikut:
هُمْ آدَمٌ إِدْرِيْسُ نُوْحٌ هُوْدُ مَعْ صَـالِحْ وَإِبْرَاهِيْمُ
كُلٌّ مُتَّبَعْ
لُوْطٌ وَإِسْـمَاعِيْلُ إِسْحَاقُ كَذَا يَعْقُوْبُ
يُوْسُفُ وَأَيُوْبُ احْتَذَا
شُعَيْبُ هَارُوْنُ وَمُوْسَى وَالْيَسَعْ ذُوْ الْكِفْلِ
دَاوُدُ سُلَيْمَانُ اتَّبَعْ
اِلْيَــاسُ يُوْنُسُ زَكَرِيَّا يَحْيَ عِيْسَى وَطَـهَ
خَاتِمٌ دَعْ غَيَّا
عَلَيْهِمُ الصَّـلاَةُ وَ الـسَّلاَمُ وَآلِـهِمْ مَـا
دَامَتِ اْلأَيَّامُ
Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih dan
Ibrahim semuanya diikuti, Luth, Isma’il, Ishaq, ya’qub, Yusuf, Ayyub yang
mengikuti Syu’aib, Harun, Musa, Ilyasa’, Dzulkifli, Dawud dan Sulaiman yang
mengikuti Ilyas, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa, dan Thaha (Nabi Muhammad) sebagai
nabi yang terakhir, maka tinggalkanlah jalan yang sesat. Shalawat dan salam
sejahtera semoga selalu terlimpahkan kepada mereka dan keluarganya, selama
hari-hari masih berjalan.
Syarh:
Inilah jumlah nama dan urutan nabi dan rasul Allah SWT
yang wajib ketahui. Dimulai dari Nabi Adam AS sebagai pembuka para nabi, dan
diakhiri Nabi Muhammad SAW, nabi dan rasul Allah SWT yang terakhir. Penegasan
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul Allah SWT yang terakhir
ditegaskan langsung oleh Allah SWT dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an dan hadits.
Di antaranya adalah firman Allah SWT:
مَا
كَانَ مَحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ
النَّبِـيِّـيْنَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا (الأحزاب : 40).
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah
bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasûlullâh dan
penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.
al-Ahzâb : 40).
Nabi SAW juga bersabda:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدْ
انْقَطَعَتْ فَلاَ رَسُولَ بَعْدِي وَلاَ نَبِيَّ. (سنن الترمذي، 2198).
“Dari Anas bin Mâlik ia berkata,
bahwa Rasûlullâh SAW bersabda, “Sesungguhnya misi kerasulan dan kenabian telah
selesai. Karena itu tidak ada rasul dan nabi setelah aku.” (Sunan
al-Tirmidzî, 2198).
Dalam hadits yang lain Nabi SAW bersabda:
عن
عَبْد اللهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ رَسُوْلُ اللهِ أَنَا مُحَمَّدٌ النَّبِيُّ اْلأُمِّيُّ
قَالَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَلاَ نَبِيَّ بَعْدِي. (مسند احمد ، 6318)
"Dari Abdullah bin Amar,
Rasulullah SAW bersabda, "Saya adalah Muhammad, seorang nabi yang ummi
(beliau mengucapkannya tiga kali), dan tidak ada nabi setelah saya."
(Musnad Ahmad, 6318).
Dalam hadits lain, Nabi SAW juga bersabda tentang Bani
Israil:
عَنْ
فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ النَّبِيُّ كَانَتْ
بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي (صحيح البخاري ، 3197).
"Dari Furat al-Qazzaz, Nabi
SAW bersabda, " Bani Isra'il dulu dipimpin oleh para nabi. Setiap seorang
nabi meninggal dunia, maka digantikan oleh nabi yang lain. Namun (berbeda
dengan umatku, karena) setelah aku tidak akan ada nabi lagi." (Shahih
al-Bukhari, 3198).
Sabda Nabi Muhammad SAW tentang wafatnya putra beliau yang
bernama Ibrahim:
عَنْ
إِسْمَاعِيلَ قُلْتُ لاِبْنِ أَبِي أَوْفَى رَأَيْتَ إِبْرَاهِيمَ ابْنَ
النَّبِيِّ قَالَ
مَاتَ صَغِيرًا وَلَوْ قُضِيَ أَنْ يَكُونَ بَعْدَ مُحَمَّدٍ نَبِيٌّ عَاشَ ابْنُهُ وَلَكِنْ لاَ نَبِيَّ
بَعْدَهُ. (صحيح البخاري ، 5726).
“Dari Ismail, saya berkata kepada
Ibnu Abi Awfa, “Engkau telah melihat Ibrahim putra Nabi SAW?" Dia
menjawab, "(Ya, saya melihatnya) meninggal ketika masih kecil (dalam usia
delapan belas bulan). Andaikan Allah SWT telah menetapkan bahwa ada nabi
setelah Nabi Muhammad SAW, niscaya Ibrahim akan hidup (tidak meninggal dunia).
Tetapi (Allah SWT telah menentukan bahwa) tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad
SAW.” (Shahih al-Bukhari, 5726).
Rasul SAW juga bersabda:
عَنْ
ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ وَإِنَّهُ
سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ
نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِـيِّينَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي. (سنن الترمذي، 2145).
“Dari Tsaubân ia berkata,
Rasûlullâh SAW bersabda, “Sesungguhnya kelak pada umatku ada tiga puluh orang
pendusta. Mereka semua mengaku dirinya sebagai nabi. (Maka janganlah percaya
karena sesungguhnya) akulah akhir para nabi dan tidak ada nabi setelahku.”
(Sunan al-Tirmidzî, 2145).
Ini merupakan nubuwat Rasulullah SAW tentang adanya
orang-orang yang mengaku sebagai nabi setelah beliau. Dan dengan tegas Nabi SAW
mengatakan agar umat Islam tidak mempercayai mereka, karena beliau adalah akhir
dan penutup para nabi.
Keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir
begitu kuat tertanam di dada para sahabat Nabi SAW, sehingga ketika ada yang
mengaku sebagai nabi, serta merta mereka menolaknya, sekaligus menyatakan
perang kepada mereka.
Terkait dengan meninggalnya putra beliau Ibrahim, Ibn
Abbas mengatakan:
“Allah
SWT bermaksud apabila aku tidak menjadikan dia (Muhammad SAW) penutup para
nabi, niscaya pasti aku ciptakan seorang anak untuknya yang akan menjadi nabi
sesudahnya.” (Al-Shabuni, Shafwah al-Tafâsir, juz II hal 529).
وَالْمَلَكُ الَّذِي بِلاَ اَبٍ وَأُمّ لاَ أَكْلَ لاَشَرْبَ
وَلاَنَوْمَ لَهُمْ
Dan Malaikat yang tanpa ayah dan ibu, tidak makan dan
tidak minum serta tidak tidur.
Syarh:
Umat Islam wajib percaya kepada adanya malaikat sebab hal
itu sudah ditegaskan dalam al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT:
ءَامَنَ
الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ
بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ
رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ
الْمَصِيرُ. (البقرة، 285).
“Rasul Telah beriman kepada
al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami
taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali." (QS. al-Baqarah: 285).
Iman kepada malaikat artinya adalah meyakini bahwa Allah
SWT telah menciptakan makhluk yang terbuat dari cahaya, dan tidak pernah
durhaka kepada Allah SWT.
Malaikat adalah makhluk yang sangat mengagumkan. Mereka
tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak berkeluarga. Mereka dapat merubah
bentuk dirinya menjadi manusia, sebagaimana terjadi pada malaikat Jibril ketika
menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak jarang ia menampakkan
dirinya dalam bentuk manusia.
Masing-masing malaikat diberi tugas oleh Allah SWT. Di
antara mereka ada yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu, mencatat amal
manusia, menjaga surga, mengikuti dan menghadiri majlis dzikir. Di antara
mereka ada yang ditugaskan hanya untk menyembah dan bertasbih kepada Allah SWT.
Ada pula yang ditugaskan untuk menjaga badan manusia dan sebagainya.
Para malaikat hanya mengerjakan apa yang diperintahkan
Allah SWT kepadanya. Mereka tidak melanggar larangan Allah SWT ataupun sesuatu
yang tidak diperintahkan kepadanya. Dalam al-Qur’an disebutkan:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ. (التحريم، 6).
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. al-Tahrim : 6).
تَفْصِيْلُ عَشْرٍ مِنْهُمُ جِبْرِيْلُ مِيْـكَالُ
اِسْـرَافِيْلُ عِزْرَائِيْلُ
مُنْكَرْ نَكِيْرٌ وَرَقِيْبٌ وَكَذَا عَتِيْدٌ مَالِكٌ
وَرِضْوَانُ احْتَذَى
Rincian sepuluh dari Malaikat adalah Jibril, Mikail,
Israfil, Izrail, Mungkar, Nakir, Raqib, Atid, Malik dan Ridhwan yang mengikuti.
Syarh:
Malaikat-malaikat Allah SWT banyak sekali, namun yang
wajib diketahui hanya sepuluh Yakni,
1.
Malaikat Jibril bertugas menyampaikan wahyu Allah SWT.
2.
Malaikat Mika’il bertugas memberikan rizki.
3.
Malaikat Izra’il bertugas mencabut arwah.
4.
Malaikat Israfil bertugas meniup terompet pertanda hari kiamat.
5.
dan 6. Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir, bertugas menjaga kuburan.
7.
dan 8. Malaikat Raqib dan Malaikat Atid, bertugas mencatat amal baik dan buruk
manusia.
9.
Malaikat Ridwan, bertugas menjaga surga.
10.
Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka.
أَرْبَـعَةٌ مِنْ كُتُبٍ تَفْصِيْلُهَا تَوْرَاةُ مُـوْسَى
بِالْهُدَى تَنْزِيْلُهَا
زَبُوْرُ دَاوُدَ وَإِنْجـِيْلُ عَلَى عِيْسَى وَفُرْقَانٌ
عَلَى خَيْرِ الْمَلاَ
Rincian empat kitab (yang wajib diketahui) adalah
Taurat(nya Nabi) Musa yang diturunkan membawa petunjuk, Zabur(nya Nabi) Dawud,
Injil yang diturunkan atas Isa dan Furqan (al-Qur'an) yang diturunkan kepada
sebaik-baik nabi.
وَصُـحُفُ الْخَلِيْلِ وَالْكَلِيْمِ فِيْهَا كَـلاَمُ
الْحَكَمِ الْعَلِيْمِ
Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, di dalamnya terdapat
firman Tuhan Yang Maka Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Syarh:
Iman kepada kitab Allah SWT adalah percaya dan meyakini
bahwa Allah SWT telah menurunkan beberapa kitab kepada para rasul-Nya untuk
dijadikan pedoman hidup manusia. Dalam hal ini, beriman kepada kitab Allah SWT
mencakup tiga perkara:
1. Percaya bahwa kitab-kitab itu benar-benar
diturunkan oleh Allah SWT.
2. Beriman bahwa Allah SWT telah menurunkan
beberapa kitab yang wajib diketahui. Yakni, al-Qur’an kepada
Nabi Muhammad SAW, Taurat kepada Nabi Musa as, Injil kepada Nabi Isa
as dan Zabur kepada Nabi Dawud as.
3. Mempercayai kepada berita-berita yang dibawa
oleh kitab-kitab tersebut.
Kenapa Allah SWT menurunkan kitab kepada para rasul-Nya.
Tidak cukupkah manusia dengan akalnya dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya
dapat menentukan baik dan buruk untuk mencari kebahagiaan dunia dan akhirat?
Jawabannya dari pertanyaan ini bisa dilihat dari tiga sisi:
1. Akal manusia itu sangat terbatas. Begitu pula
dengan ilmu yang diberikan Allah SWT kepada manusia hanya sedikit sekali.
Ibarat setetesair yang berada di samudera yang luas membentang, itulah
gambaran ilmu yang dimiliki manusia dibandingkan dengan ilmu Allah SWT.
2.
Kalau manusia diberikan kebebasan sepenuhnya, maka yang terjadi adalah manusia
akan berbeda dalam mendefinisikan perkara baik yang dapat mengantarkannya
menuju kebahagiaan dunia akhirat, serta perbuatan buruk yang menjadikan hidup
manusia menjadi sengsara.
Contoh
kecil tentang pergaulan bebas atau seks pra nikah. Bisa saja di suatu daerah,
misalnya di Barat dianggap baik dan tidak akan menimbulkan kerusakan, tapi
dalam budaya timur hal itu merupakan perbuatan asusila yang mendatangkan
kesengsaraan dunia dan akhirat. Di sinilah fungsi kitab Allah SWT yang
menjelaskan berbagai hukum Allah SWT.
3. Tidak semua perbuatan dapat diketahui dengan
akal manusia. Ada banyak hal yang membutuhkan petunjuk dari Allah SWT agar
perbuatan itu dapat dikerjakan dengan cara yang benar.
Misalnya tentang tata cara beribadah kepada Allah SWT
seperti shalat, puasa dan haji. Untuk mengetahui cara tersebut harus menunggu
penjelasan dari Allah SWT melalui kitab dan rasul-Nya. Tanpa penjelasan itu maka
manusia tidak akan mengetahui tatacara beribadah yang benar kepada Allah SWT.
Inilah diantara beberasa alasan kepada Allah SWT
menurunkan kitab kepada para rasul-Nya.
وَكُـلُّ مَا أَتَى بِـهِ الرَّسُوْلُ فَـحَقُّهُ
التَّسْلِيْمُ واَلْقَبُوْلُ
Segala sesuatu yang disampaikan oleh rasul, maka
kewajibannya adalah dibenarkan dan diterima.
Syarh:
Umat Islam wajib meyakini dan melaksanakan semua yang
dibawa dan disampaikan oleh Rasulullah SAW, baik berupa perintah, larangan atau
hal yang terkait dengan kabar tentang hal-hal gaib. Dalam hal ini Allah SWT
berfirman:
وَمَا
ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا
اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ. (الحشر، 7).
"Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya." (QS. al-Hasyr : 7).
Apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah perkara yang
wajib diyakini kebenarannya. Termaktub semuanya di dalam al-Qur’an dan hadits.
Ketika Allah SWT dan Rasulullah SAW menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
nabi terakhir, maka hal tersebut wajib diyakini kebenarannya. Begitu pula
pengakuan Allah SWT dan rasul-Nya kepada sahabat nabi, maka wajib bagi umat
Islam untuk meyakininya.
Meyakini apa yang dibawa oleh Nabi SAW bisa berarti bahwa
umat Islam wajib melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan Allah SWT
dan Rasul-Nya. Melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, berbuat baik kepada
semua makhluk Allah SWT, kemudian tidak melakukan pencurian, perzinahan,
perusakan lingkungan, aniaya, penipuan dan semacamnya, adalah bentuk dari upaya
untuk melaksanakan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dan inilah yang disebut
Islam yang sempurna (kaffah) sebagaimana difirmankan Allah SWT:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. (البقرة : 208).
"Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu."
(QS. al-Baqarah : 208).
إِيْـمَانُنَا بِيَوْمٍ آخَرٍ وَجَبْ وَكُلِّ مَا كَانَ بِهِ
مِنَ الْعَجَبْ
Kita wajib percaya akan adanya hari akhir, dan segala
keajaiban yang terjadi pada hari itu.
Syarh:
Maksud dari beriman kepada hari akhir adalah keyakinan
yang pasti akan datangnya hari akhir dan sesuatu yang berhubungan dengannya.
Dalam masalah iman kepada hari akhir, ada beberapa hal yang harus diyakini oleh
seorang mukmin yakni, siksa dan nikmat kubur, hari mahsyar, hisab, surga,
neraka dan semacamnya.
1. Nikmat dan Siksa Kubur
Kita yakin bahwa kematian itu pasti akan menjemput setiap
manusia. Dan apabila kematian telah datang kepada seseorang, maka tidak akan
bisa dimajukan atau ditunda. Allah SWT berfirman:
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ
يَسْتَقْدِمُونَ. (الأعراف : 34).
"Tiap-tiap umat mempunyai
batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya mereka (ajal) tidak dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya."
(QS. al-A’raf : 34).
Dan setelah seseorang dikuburkan, Allah SWT mengembalikan
ruh orang tersebut, kemudian datang dua malaikat yang akan menanyakan beberapa
hal kepadanya. Malaikat itu bertanya kepadanya tentang Tuhan, nabi, agama,
kiblat dan saudaranya.
Orang-orang yang dapat menjawab pertanyaan malaikat Munkar
dan Nakir adalah mereka yang selama hidupnya selalu berbuat kebaikan, banyak
beribadah kepada Allah SWT, serta menolong sesama manusia. Allah SWT berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ
الْمَلاَئِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ
الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ. (فصلت، 30).
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fusshilat :
30).
Sedangkan orang-orang yang selama hidupnya selalu diisi dengan
kedurhakaan dan tindakan yang menyengsarakan sesama, akan mendapat siksa dalam
kuburnya. Dalam hal ini, siksa kubur dibagi menjadi dua.
Pertama, Adzab kubur yang berlangsung terus sampai hari kiamat.
Yaitu untuk orang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta
orang-orang yang selalu berbuat dosa besar. Sebagaimana disebutkan di dalam
al-Qur’an tentang keluarga Fir’aun:
النَّارُ
يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ
أَدْخِلُوا ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَاب. (المؤمن : 46).
"Kepada mereka dinampakkan
neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada
malaikat): "Masukkanlah Fir`aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat
keras". (QS al-Mukmin : 46).
Kedua, Adzab kubur yang berlaku sementara. Yakni siksa kubur
yang diterima oleh orang mukmin yang melakukan kemaksiatan. Ia disiksa sesuai
dosa yang dilakukan di dunia. Siksa ini bisa diringankan atau bahkan dihentikan
jika apa yang dia diterima sudah dianggap cukup untuk menebus dosa yang pernah
dilakukan. Atau ada do’a dan permohonan ampunan (istighfar) atau kiriman pahala
sodakoh, bacaan al-Qur’an dan lainnya, yang dipanjatkan oleh sanak keluarga,
famili, dan teman-teman yang masih hidup.
Dari sinilah, bagi segenap kaum muslim yang masih hidup,
sebaiknya senantiasa mendo’akan keluarga, terutama kedua orang tua, sahabat
atau seluruh kaum muslimin yang telah meninggal dunia. Hal itu merupakan salah
satu bentuk kepedulian kepada mereka, sehingga dapat menjalani kehidupan alam
kubur dengan tenang dan bahagia.
Dalam hal inilah, tradisi tahlilan yang sudah berlaku umum
di masyarakat Indonesai perlu terus dilakukan dan dilestarikan, karena apa yang
dibaca dalam acara tersebut merupakan sesuatu yang memang sangat dibutuhkan
oleh orang yang telah meninggal dunia.
Begitu pula, setiap selesai shalat lima waktu agar tidak
henti-hentinya mendo’akan kedua orang tua atau keluarga yang telah meninggal
dunia, atau dengan mengirimkan pahala bacaan surat al-Fatihah untuk mereka.
2. Hari Kiamat
Hari kiamat adalah hancurnya seluruh alam semesta. Bumi
dan seluruh alam raya serta makhluk yang ada di dalamnya akan binasa. Semua
makhluk bernyawa akan menemui kematian. Bumi hancur, langit runtuh dan air laut
tumpah. Semua orang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Firman Allah SWT:
إِذَا
زُلْزِلَتِ اْلأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ اْلأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2)
وَقَالَ اْلإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4).
"Apabila bumi digoncangkan
dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban
berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (jadi
begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS.
al-Zalzalah : 1-4).
Hari kiamat pasti akan terjadi, namun tidak seorangpun
yang mengetahui waktu terjadinya kiamat. Manusia dengan segala perangkat ilmu
dan teknologi yang dimilikinya tidak akan dapat memprediksikan kapan terjadinya
hari tersebut. Hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Sebagaimana firman-Nya SWT:
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّيْ لاَ
يُجَلِّيْهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ لاَ
تَأْتِيكُمْ إِلاَّ بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ
إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ.
(المائدة : 187).
"Mereka menanyakan kepadamu
tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya
pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang
dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat
(huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan
datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan
kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan
tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui". (QS. al-A’raf : 187).
Manusia hanya diberi pengetahuan tentang tanda-tanda
terjadinya kiamat tersebut, agar kita selalu waspada dan terus meningkatkan
keimanan kepada Allah SWT. Umumnya tanda kiamat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, tanda-tanda kecil, yakni sebagaimana disebutkan dalam
beberapa hadits. Diantaranya adalah ketika Nabi Muhammad ditanya oleh malaikat
Jibril tentang hari kiamat. Nabi SAW menjawab:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مَا الْمَسْئُوْلُ بِأَعْلَمَ مِنَ
السَّائِلِ، سَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ اْلأَمَةُ رَبَّهَا
وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ اْلإِبِلِ الْبُهْمُ فِي الْبُنْيَانِ. (صحيح البخاري،
48).
“Dari Abi Huroiroh, Nabi SAW
bersabda kepada orang yang bertanya tentang hari kiamat, "Orang yang
ditanya ditanya tentang hari kiamat tidak lebih tahu dari yang bertanya. Tetapi
saya akan memberitahukanmu tentang tanda-tandanya. Yakni jika budak wanita
telah melahirkan tuannya, jika pengembala onta berlomba-lomba meninggikan
bangunan." (Shahih al-Bukhari [48]).
Tanda-tanda yang lain misalnya pendeknya waktu,
berkurangnya amal, munculnya berbagai fitnah, banyaknya pembunuhan, pelacuran,
kefasikan dan lain sebagainya.
Kedua, tanda-tanda besar, yakni keluarnya Dajjal, turunnya Nabi
Isa AS, munculnya matahari dari Barat, munculnya al-Mahdi, dabbah (binatang
ajaib) dan lain sebagainya.
Hari kiamat berlansung sangat cepat, ditandai dengan
tiupan sangkakala dari malaikat Isrofil dan matinya seluruh makhluk hidup. Mereka
tetap dalam keadaan seperti untuk masa tertentu sebelum akhirnya dibangkitkan
dari alam kubur.
3. Hari Kebangkitan, Padang Mahsyar dan
Siroth
Yang dimaksud beriman kepada hari kebangkitan adalah kita
berkeyakinan bahwa Allah SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada di dalam
kuburan mereka kemudian di kumpulkan pada satu tempat untuk melakukan
penghitungan amal. Allah SWT berfirman:
ثُمَّ
إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ (15) ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
تُبْعَثُونَ. (المؤمنون، 15-16).
"Kemudian, sesudah itu,
Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu
sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat." (QS.
al-Mukminun : 15-16).
Kebangkitan manusia dari alam kubur ditandai dengan tiupan
sangkakala yang kedua. Setelah itu, seluruh manusia dikumpulkan di suatu tempat
(Mahsyar) untuk ditimbang amal baik dan buruk yang telah dilakukan selama hidup
di dunia.
يَوْمَ
تَشَقَّقُ اْلأَرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا ذَلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ. (ق، 44).
"(Yaitu) pada hari bumi
terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat. Yang
demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami." (QS. Qaf: 44).
Firman Allah SWT:
هُنَالِكَ
تَبْلُو كُلُّ نَفْسٍ مَا أَسْلَفَتْ وَرُدُّوا إِلَى اللهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقِّ
وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ. (يونس، 30).
"Di tempat itu (padang
Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya
dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnya
dan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan." (Yunus 30).
Di tengah penantian di padang mahsyar itu, masing-masing
orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Tidak ada waktu bagi seseorang untuk
memikirkan orang lain. Firman Allah SWT dalam ayat lain:
وَبَرَزُوا
للهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا
لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللهِ مِنْ شَيْءٍ
قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ
صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ. (ابراهيم، 21).
"Dan mereka semuanya (di padang
Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang
yang lemah kepada orang-orang yang sombong, "Sesungguhnya kami dahulu
adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab
Allah (walaupun) sedikit saja?" Mereka menjawab, "Seandainya Allah
memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu.
Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita
tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri." (QS. Ibrahim : 21).
Kecuali nabi Muhammad SAW, yang dengan keagungan dan
kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepadanya, mampu memberikan syafa’at
(pertolongan) kepada seluruh umat manusia. Dalam sebuah hadits diceritakan
bahwa pada saat umat manusia kebingungan karena suasana hirup pikuk yang
terjadi, manusia mendatangi Nabi Adam as, meminta bantuan agar padang mahsyar
bisa selesai. Namun nabi Adam as tidak menyanggupinya. Begitu pula dengan para
nabi yang lain. Akhirnya umat manusia mendatangi nabi Muhammad SAW untuk
meminta syafaat, dan nabi Muhammad SAW pun memberikan syafaatnya.
Setelah itu, masing masing orang diadili di hadapan Allah
SWT. Mereka tidak akan berdusta di hadapan Allah SWT.
الْيَوْمَ
نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ. (يس، 65).
“Pada hari ini Kami tutup mulut
mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki
mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)
Diberikan kitab yang berisi catatan amal perbuatannya
selama di dunia. Orang yang menerima kitab tersebut dengan tangan kanan, maka
ia akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Sedangkan mereka yang menerima
kitab itu dengan tangan kiri atau dari balik punggung, akan menyesal dan susah
akan siksa yang diterima.
فَأَمَّا
مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ (7) فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا (8)
وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا (9) وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ
وَرَاءَ ظَهْرِهِ (10) فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا (11) وَيَصْلَى سَعِيرًا (12).
“Adapun orang yang diberikan
kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang
mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan
gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan
berteriak: "Celakalah aku". Dan dia akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka).” (QS. Al-Insyiqaq : 7-12).
Amal baik dan buruk manusia ditimbang, sebagai vonis akhir
untuk menentukan apakah seseorang akan masuk surga atau terjerumus ke dalam neraka.
وَالْوَزْنُ
يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ (8) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا
أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ. (الأعراف، 8-9).
“Timbangan pada hari itu ialah
kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya,
maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka
selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf : 8-9).
Di sini, setiap manusia yang ketika hidup di dunia selalu
menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, beramal sholeh untuk kebaikan
seluruh manusia, akan merasakan air dari telaga nabi Muhammad SAW (haudhun
nabi).
Dalam beberapa hadits diceritakan bahwa luas dan panjang
telaga itu sama. Setiap sisi panjangnya satu bulan perjalanan. Airnya berasal
dari telaga al-Kautsar, di tengahnya terdapat dua pancuran dari surga. Airnya
lebih putih dari susu dan lebih dingin dari es, lebih manis daripada madu, dan
lebih wangi dari minyak kasturi. Cangkir-cangkirnya sebanyak bintang di langit.
Orang yang meminum airnya, tidak akan haus selama-lamanya.
Setelah melalui proses padang mahsyar, umat manusia akan
melewati siroth. Yakni jembatan yang membentang di atas neraka sebagai
satu-satunya jalan menuju ke surga. Karena itu, setiap orang pasti akan
melewatinya. Dan setiap orang yang akan masuk surga pasti akan melewatinya.
Firman Allah SWT:
وَإِنْ
مِنْكُمْ إِلاَّ وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا. (مريم، 71).
Dan
tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi
Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (QS. Maryam : 71).
Kemampuan menyeberang juga sangat tergantung dari amal
perbuatan selama di dunia. Siapa saja yang istiqomah di atas jalan yang
diridhai Allah SWT, ia akan dapat menyeberangi sirath tersebut kemudian masuk
surga Allah dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Namun bila kehidupan
dunia selalu diisi dengan keburukan dan perbuatan maksiat kepada Allah SWT,
akan tergelincir ke dalam neraka, dan siksa yang amat pedih akan mengisi
hari-harinya.
4. Surga dan Neraka
Setelah berada di padang mahsyar dan berjalan di
atas siroth, tahap terakhir adalah pilihan antara surga dan neraka. Di akhirat
Allah SWT hanya menyediakan dua tempat sebagai akhir dari perjalanan manusia.
Tidak ada pilihan ketiga, juga tidak ada ada suatu tempat di antara surga dan
neraka (al-Manzilah bainal manzilataini).
Surga adalah rumah kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah
SWT kepada orang-orang yang beriman. Diperuntukkan bagi orang-orang yang
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Firman Allah
SWT:
إِنَّ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
(7) جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ. (البينة، 7-8).
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga `Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (QS. Al-Bayyinah: 7-8).
Di dalamnya terdapat segala kenikmatan dan keindahan, yang
tidak pernah terbayangkan di dalam angan dan perasaan manusia di dunia. Tentang
nikmat surga ini, al-Qur’an menggambarkannya:
مَثَلُ
الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ
ءَاسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ
لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ
كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ
وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ. (محمد، 15).
(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga
yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada
sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu
yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan
ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya? (QS. Muhammad : 15).
Sedangkan nikmat teragung bagi penduduk surga adalah
tatkala mereka melihat Allah SWT secara langsung. Dzat yang Maha Rahasia, yang
tidak dapat dibayangkan dan dilihat selama hidup di dunia, akan dapat dilihat
secara jelas. Lama atau sebentarnya seseorang melihat Allah SWT tergantung
seberapa banyak amal kebajikan yang dilakukan di dunia. Dalam al-Qur’an Allah
SWT berfirman:
وُجُوْهٌ
يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ. (القيامة 22-23 ).
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin)
pada hari (akhirat) itu berseri-seri. Kepada Tuhan-Nyalah mereka melihat”.
(QS. al-Qiyamah : 22-23).
Hadits Nabi Muhammad SAW. :
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّاسَ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ
اللهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ J هَلْ تُضَارُّوْنَ فِيْ الْقَمَرِ لَيْلَةَ
الْبَدْرِ؟ قَالُوْا لاَ ياَ رَسُوْلَ اللهِ قاَلَ فَهَلْ تُضَارُّوْنَ فِيْ
الشَّمْسِ لَيْسَ دُوْنَهَا سَحَابٌ؟ قَالُوْا لاَ يَا رَسُوْلَ اللهِ, قَالَ
فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَهُ كَذَلِكَ . (صحيح البخاري ، رقم 6885 ).
“Dari Abû Hurairah RA bahwa
orang-orang bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, apakah kami bisa
melihat Tuhan kami pada hari kiamat? Rasulullah SAW bertanya, ‘apakah mata
kalian rusak ketika melihat bulan purnama? Mereka menjawab, ‘Tidak, Rasul’. Rasul
bertanya, ‘”Apakah berbahaya pada mata kalian ketika
melihat mentari yang tak terhalang awan? Mereka menjawab, ‘Tidak
Rasul’. Rasul bersabda, ‘Ya begitulah, kalian akan melihat Tuhan kalian.”
(Shahih al-Bukhari [2885]).
Dengan redaksi yang lebih jelas Nabi SAW bersabda :
عَنْ
جَرِيْرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا.
(صحيح البخاري ، رقم 6883).
“Dari Jarir bin Abdullah
RA, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, ‘sesungguhnya kalian akan melihat
Tuhan kalian secara nyata.” (Shahih al-Bukhari [2883]).
Selain menyediakan surga bagi hamba yang taat dan patuh,
Allah SWT juga menciptakan neraka sebagai balasan bagi orang-orang yang
senantiasa menghiasi kehidupan dunianya dengan perbuatan durhaka kepada Allah
SWT. Mereka menjadi bahan bakar api neraka yang menyala-nyala. Firman
Allah SWT:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ. (التحربم، 6).
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. at-Tahrim: 6).
Setiap orang yang masuk neraka, akan mendapatkan siksa
yang sangat pedih akibat dari perbuatannya di dunia. Mengenai pedihnya siksa
neraka al-Qur’an menceritakan:
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ
جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا. (النساء، 56).
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka
ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan
kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa’ : 56).
خَاتِمَةٌ فِي ذِكْرِ بَاقِي الْوَاجِبِ مِمَّا عَلَى
مُكَلَّفٍ مِنْ وَاجِبٍ
Bagian berikut ini adalah penutup, dalam menerangkan
kewajiban yang tersisa yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf.
نَبِـيُّنَا مُـحَمَّدٌ قَدْ أُرْسِلاَ لِلْـعَالَمِيْنَ
رَحْمَةً وَفُضِّلاَ
Nabi kita, Nabi Muhammad, sungguh telah diutus oleh Allah
SWT atas seluruh alam, sebagai rahmat dan diutamakan (atas semua rasul).
Syarh:
Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT sebagai nabi
terakhir yang membawa rahmat untuk seluruh alam. Tidak hanya untuk manusia
tetapi untuk seluruh makhluk Allah SWT yang ada di jagat raya ini. Dalam
al-Qur’an ditegaskan:
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. (الأنبياء، 107).
"Dan tiadalah Kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’
: 107).
Syariat Nabi Muhammad SAW tidak hanya berlaku bagi orang
Arab saja, tetapi untuk seluruh umat manusia. Beda halnya dengan syariat nabi
sebelumnya yang hanya berlaku pada waktu dan untuk umat tertentu. Ajaran Islam
juga rahmat bagi seluruh alam, dengan adanya kepedulian dari agama untuk
menjaga lingkungan hidup, tidak boleh merusak dan mengganggu semua makhluk
Allah yang ada di muka bumi.
Salah satu bentuk rahmat Allah SWT kepada umat Nabi
Muhammad SAW adalah ditangguhkannya siksa bagi orang-orang yang melanggar
aturan Allah SWT, hingga nanti di akhirat. Tidak seperti yang dialami umat nabi
sebelumnya, yang langsung menerima adzab di dunia atas pelanggaran yang mereka
lakukan. Seperti yang menimpa kaum nabi Luth AS, nabi Musa AS, Nuh AS dan
lainnya.
Selain itu, umat Islam wajib meyakini bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah makhluk Allah SWT yang paling mulia. Para ulama menegaskan bahwa
di antara dua puluh lima rasul Allah SWT yang wajib diketahui, ada
lima yang paling utama, yang mendapat gelar ulul azmi. Dan Nabi
Muhammad SAW ada di urutan pertama dari kelima nama tersebut.
Kemuliaan Nabi Muhammad SAW dikarenakan keistimewaan
syariat yang beliau bawa. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah
menyempurnakan ajaran nabi-nabi sebelumnya. Sesuai dengan fitrah manusia, dan
tidak membebani manusia dengan sesuatu di luar kemampuan manusia untuk
melaksanakannya. Atas dasar inilah, tidak ada ajaran lain yang melebihi
keutamaan ajaran Islam.
اَلإِسْلاَمُ
يَعْلُوْ وَلاَيُعْلَى عَلَيْهِ
"Islam adalah agama yang
luhur dan tidak ada yang dapat menandingi keluhurannya."
Akhlak dan kepribadian yang beliau miliki juga menjadi
salah satu penyebab keutamaan nabi Muhammad SAW. Keluhuran akhlak nabi Muhammad
SAW ditegaskan langsung dalam al-Qur’an pada surat al-Qalam ayat 4.
وَإِنَّكَ
لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم، 4).
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung." (QS. al-Qalam: 4).
Dalam sebuah hadits:
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي. (سنن الترمذي، 3830).
“Dari Aisyah, ia berkata,
“Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu
adalah yang paling baik kepada keluarga (istrinya). Dan saya adalah orang yang
paling baik di antara kamu dalam memperlakukan istriku.” (Sunan
al-Tirmidzi, 3830).
أَبُوْهُ عَبْدُ اللهِ عَبْدُ الْمُطَّلِبْ وَهَاشِمٌ عَبْدُ
مَنَافٍ يَنْتَسِبْ
وَأُمُّــهُ آمِـنَةُ الزُّهْرِيَّةْ أَرْضَـعَتْهُ
حَلِـيْمَةُ السَّعْدِيَّةُ
Ayahnya Nabi SAW ialah Abdullah bin Abdul Muththolib bin
Hasyim bin Abdi Manaf yang nasabnya bersambung. Ibunya ialah Siti Aminah
az-Zuhriyyah dan yang menyusuinya adalah Halimatus Sa’diyah.
Syarh:
Garis keturunan Nabi Muhammad SAW adalah dari golongan
suku Quraisy. Yakni suatu kelompok yang sangat disegani di tanah Makkah. Ayah
beliau adalah Abdullah bin Abdulmuththalib bin Hasyim bin Abdimanaf.
Dalam hal ini, terdapat pertalian darah antara Nabi
Muhammad SAW dan Khulafur Râsyidin, terlebih Sayyidina ‘Utsmân RA yang
merupakan putra dari sepupu Nabi SAW yakni Arwa, sebagai putri dari bibi Nabi
Muhammad SAW yang bernama al-Baidha’ binti Abdul Muththalib. Sedangkan
Sayyidina ‘Alî RA adalah sepupu Nabi Muhammad SAW.
Di samping itu, keduanya merupakan menantu Nabi Muhammad
SAW. Sayyidina ‘Utsmân menikah dengan dua putri Rasul SAW secara bergantian,
yakni Sayyidatuna Ruqayyah RA dan Sayyidatuna Ummu Kultsûm RA. Sedangkan
sayyidina ‘Alî RA menikah dengan Sayyidatuna Fâthimah RA.
Begitu pula dengan Sayyidina Abû Bakr RA dan Sayyidina
‘Umar RA yang merupakan mertua Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW menikah
dengan Aisyah binta Abû Bakr RA dan Hafshah binta ‘Umar RA.
Inilah salah satu alasan mengapa Nabi Muhammad sangat
mencintai para sahabatnya. Nabi Muhammad SAW tidak segan-segan memuji para
sahabatnya dan menyebutnya sebagai generasi terbaik Islam.
عَنْ
عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ
يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ. (صحيح البخاري رقم 2457).
“Dari sahabat 'Imron bin Hushain
ra ia berkata. Nabi SAW bersabda, “Sebaik-sebaik generasi adalah generasiku,
kemudian generasi sesudahnya lalu generasi sesudahnya”. (Shahih al-Bukhari,
[2457]).
Kecintaan itu juga ditunjukkan oleh ahlul bait atau
keluarga Nabi SAW kepada para sahabat, begitu pula para sahabat yang sangat
mencintai dan menghormati keluarga nabi. Bahkan musibah perselisihan yang
terjadi pada sebagian sahabat tidak dapat dijadikan tanda kalau di antara para
sahabat tidak terjalin persaudaraan yang sangat erat. Justru sebaliknya,
jalinan kemesraan yang bertaut di hati mereka ibarat cinta bersambut, kasih
berjawab. Indahnya pergaulan antara keluarga dan sahabat Nabi SAW harus
diteladani oleh umat Islam. Hal ini terungkap dari tutur kata dan perbuatan
mereka mereka yang menunjukkan hal tersebut.
1.
Sayyidina Alî berkata tentang sahabat Abû Bakr RA dan Umar RA:
إِنَّ
خَيْرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا اَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا. (الشيعة منهم عليهم ص/60).
“Sesungguhnya umat yang paling
baik setelah Nabinya adalah Abû Bakar RA dan Umar RA.” (Al-Syî`ah Minhum
`Alaihim, 60).
2.
Sayyidina Alî juga berkata tentang Sayidina Umar RA sebagai berikut:
لَمَّا
غُسِلَ عُمَرُ وَكُفِنَ دَخَلَ عَلِيٌّ وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: مَا عَلَى
اْلأَرْضِ أَحَدٌ أَحَبُّ إِلَيَّ اَنْ أَلْقَى اللهَ بِصَحِيْفَتِهِ مِنْ هَذِ
الْمُسَجَّى بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ. (الشيعة منهم عليهم ص/53).
"Ketika sahabat ‘Umar
dimandikan dan dikafani, Sayyidina Alî RA masuk, lalu berkata, “Tidak ada di
atas bumi ini seorangpun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah SWT dengan
membawa buku catatan selain dari yang terbentang di tengah-tengah kalian ini
(yakni jenazah Sayyidina Umar).” (Al-Syî`ah Minhum `Alaihim, 53).
Sikap Sayyidina Alî RA ini merupakan ekspresi spontan dari
lubuk hati terdalam bahwa di dalam hati beliau benar-benar tertanam jalinan
kasih dan tambatan sayang kepada Sayyidina Umar RA. Sebab mustahil beliau
melakukannya sekedar taqiyah (pura-pura) karena takut pada Sayyidina Umar RA,
sebab pada waktu itu Sayyidina Umar RA telah meninggal dunia.
3.
Ucapan Sayyidina Abû Bakar RA, tentang keluarga Rasulullah SAW:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
لَقَرَابَةُ رَسُوْلِ اللهِ أَحَبُّ
إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِيْ. (صحيح البخاري رقم: 3730).
“Dari Aisyah RA, sesungguhnya Abû
Bakar RA berkata, “Sungguh kerabat Rasûlullâh SAW lebih aku cintai daripada
keluargaku sendiri.” (Shahîh Bukhârî, [3730]).
4.
Pada kesempatan yang lain, Abû Bakar RA juga berkata,
اُرْقُبُوْا
مُحَمَّدًا فِيْ
أَهْلِ بَيْتِهِ. (صحيح البخاري 3436).
“Perhatikan Nabi Muhammad SAW
terhadap ahli baitnya.” (Shahîh al-Bukhârî [3436]).
5.
Dari 33 putra Sayyidina Ali RA tiga di antaranya diberi nama Abu Bakar, Umar,
dan Utsman.
Dari 14 putra Sayyidina Hasan RA dua di antaranya diberi
nama Abu Bakar dan Umar, dan di antara 9 putra Sayyidina Husain RA dua di
antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar. Pemberian nama ini tentu saja dipilih
dari nama orang-orang yang menjadi idolanya, dan tidak mungkin diambil dari
nama musuhnya. (Lihat, Al-Hujaj al-Qath’iyyah, hal. 195).
Bagi Ahlussunnah Sayyidina Ali RA adalah hamba Allah yang
mulia dan harus dijadikan panutan. Sayyidina Ali RA adalah seorang pemberani
dan sekali-kali bukanlah seorang pengecut. Sebagai pemimpin pasukan, di antara
sekian banyak peperangan yang dilakukan pada zaman Rasul, beliau selalu menjadi
pahlawan yang tak terkalahkan. Karena itu tidak mungkin beliau melakukan sikap
pura-pura atau taqiyah apalagi mengajarkannya.
Di samping itu, Sayyidina Ali adalah sosok yang bersih
hatinya dan jauh dari sifat balas dendam. Sikap dan prilaku beliau telah
membuktikan bahwa beliau bukan jenis manusia yang di dalam hatinya penuh dengan
dendam kesumat, karena itu tidak mungkin beliau mengajarkan raj’ah yang identik
dengan balas dendam.
Bahkan lebih jauh, kecintaan antara para sahabat dan
keluarga Nabi Muhammad SAW berlangsung hingga keturunan mereka bahkan,
berlanjut sampai tingkatan perbesanan. Misalnya Sayyidina Umar RA menikah
dengan Ummi Kultsûm RA putri Sayyidina Ali RA, Zaid bin Amr bin Utsmân bin
Affân RA menikah dengan Sukainah binti al-Husain bin Ali bin Abî Thâlib.
Fathimah binti al-Husain bin Ali bin Abi Thalib menikah dengan Abdullah bin Amr
bin Utsman bin Affan lalu mempunyai anak Muhammad. (Nasabu Quraisy li al-Zubairi,
juz 4, hal 120 dan 114)
Begitu pula sikap yang dicontohkan oleh Imam Ja'far
al-Shâdiq ketika beliau ditanya tentang sikapnya kepada sahabat Abu Bakar dan
Umar. Beliau menjawab, “Keduanya adalah pemimpin yang adil dan bijaksana.
Keduanya berada di jalan yang benar dan mati dengan membawa kebenaran.
Mudah-mudahan rahmat Allah SWT selalu dilimpahkan kepada keduanya hingga hari
kiamat.” (Ihqâq al-Haq li al-Syusyturî, juz 1, hal 16).
Dalam konteks ini pula Imam Ja‘far al-Shâdiq RA berkata:
وَلَدَنِيْ
أَبُوْ بَكْرٍ مَرَّتَيْنِ. (رواه الدارقطني).
“Aku
telah dilahirkan oleh Abû Bakr dua kali." (Riwayat al-Dâraquthni).
Silsilah yang pertama dari ibunya, yang bernama Ummu
Farwah binti al-Qâsim bin Muhammad bin Abû Bakar al-Shiddîq. Dan kedua dari
neneknya yakni istri al-Qâsim yang bernama Asmâ’ binti Abdurrahmân bin Abû
Bakar al-Shiddîq. (Fâthimah al-Thâhirah, RA, 113).
Dengan demikian, kita harus memberikan penghormatan yang
proporsional terhadap keluarga Nabi saw dan semua sahabatnya. Kita tidak boleh
mencela seorang di antara mereka. Dalam konteks ini, Imam Abdul Ghani
al-Nabulusi berkata:
وَصَحْبُهُ جَمِيْعُهُمْ عَلَى هُدَى تَفْـضِيْلُهُمْ
مُرَتَّـبٌ بِلاَ اعْتِدَا
فَـهُمْ أَبُوبَكْرٍ وَبَعْـدَهُ عُمَرْ وَبَعْدَهُ
عُثْمَانُ ذُو الْوَجْهِ الأَ غَرْ
ثُمَّ عَلِيٌّ ثُمَّ بَـاقِي الْعَشَرَةْ وَهِـيَ الَّتِيْ
فِىْ جَـنَّةٍ مُبَشَّرَةْ
Semua sahabat Nabi SAW selalu mengikuti jalan
petunjuk. Keutaman mereka dijelaskan dalam urutan berikut tanpa
melampauinya. Mereka adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman yang
memiliki wajah yang cerah. Kemudian Ali, kemudian sisa sepuluh orang sahabat
yang dikabarkan oleh Nabi SAW akan masuk surga.
Syarh:
Semua shabat Nabi SAW, secara umum selalu mengikuti jalan
kebenaran yakni petunjuk Nabi SAW, sehingga kita tidak boleh membicarakan
mereka kecuali dengan baik.
Sedangkan sahabat yang paling utama menurut Ahlussunnah
Wal-Jama'ah adalah sesuai urutan berikut ini, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
kemudian sisa sepuluh orang sahabat yang dikabarkan akan masuk surga oleh Nabi
SAW, yaitu Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash,
Sa'id bin Zaid, Abdurrahman bin Auf dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah.
Di sini mungkin ada yang bertanya, mengapa kita harus
menghormati dan mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW tercinta? Untuk
menjawab pertanyaan ini, Almarhum Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf –mantan
mufti Mesir-, berkata: "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya iman itu tidak akan
menjadi kenyataan tanpa dibarengi dengan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Dalam
hadits dijelaskan:
لاَ
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.
"Tidak akan menjadi kenyataan
iman salah seorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintai oleh kamu
melebihi anak, orang tua dan seluruh manusia."
Sedangkan kecintaan kepada Nabi SAW tidak akan sempurna
kecuali disertai dengan mencintai orang-orang yang dicintai Nabi SAW. Demikian
itu menuntut kita untuk mencintai keluarga Nabi SAW, mencintai kerabat-kerabat
Nabi SAW yang dicintainya dan mencintai para sahabatnya." (Al-Durar
al-Naqiyyah hal. 35).
مَـوْلِدُهُ بِمَكَّةَ اْلأَمِيْنَةْ وَفَـاتُهُ بِطَيْبَةَ
الْمَـدِيْنَةَ
أَتَمَّ قَبْلَ الْوَحْيِ أَرْبَعِيْنَا وَعُمْرُهُ قَدْ
جَاوَزَ السِّتِّيْنَا
Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah yang aman dan meninggal
dunia di Thaibah yaitu Madinah. Umur Nabi SAW genap 40 tahun sebelum menerima
wahyu, sedangkan usia Nabi SAW (pada saat wafatnya) melebihi 60 tahun (yakni 63
tahun)
وَسَبْـعَةُ أَوْلاَدُهُ فَمِـنْهُمْ ثَلاَثَةٌ مِـنَ
الذُّكُوْرِ تُفْهَمُ
قَاسِمْ وَعَبْدُ اللهِ وَهَوُ الطَّيِّبُ وَطَـاهِرٌ
بِذَيْنٍ ذَا يُلَقَّبُ
أَتَـاهُ إِبْرَاهِيْمُ مِنْ سَـرِيَّةْ فَـأُمُّهُ
مَـارِيَةُ الْقِـبْطِيَّةْ
Nabi Muhammad mempunyai 7 anak, di antara mereka adalah
tiga anak laki-laki yang harus dimengerti, yaitu Qasim dan Abdullah yang
menyandang gelar al-Thayyib dan al-Thahir lalu Ibrahim yang lahir dari budak
perempuan (Nabi SAW), yaitu ibunya yang bernama Mariyah al-Qibthiyyah.
وَغَيْرُ إِبْرَاهِيْمَ مِنْ خَدِيْجَةْ هُمْ سِتَّةٌ فَخُذْ
بِهِمْ وَلِيْجَةْ
Selain Sayyid Ibrahim, putra-putri Nabi SAW lahir dari
Sayyidah Khadijah, mereka semuanya ada enam Khadijah adalah 6 dan kenalilah
mereka dengan penuh kecintaan.
وَأَرْبَـعٌ مِنَ اْلإِنَاثِ تُذْكَرُ رِضْوَانُ رَبِّي
لِلْجَمِيْعِ يُذْكَرُ
4 putri Nabi SAW akan disebutkan
berikut ini, semoga ridha Tuhanku kepada semuanya selalu disebut.
فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بَعْلُهَا عَلِي وَابْنَاهُمَا
سِبْطَانِ فَضْلُهُمْ جَلِي
فَزَيْـنَبٌ وَبَعْـدَهَا رُقَيَّةْ وَأُمُّ كُلْثُـوْمٍ
زَكَتْ رَضِـيَّةْ
Keempat putri Nabi SAW tersebut adalah 1) Sayidah Fatimah
az-Zahra' yang bersuami Sayidina Ali dan memiliki dua putra (yaitu Hasan dan
Husain), yaitu dua cucu Nabi yang tampak keutamaannya; 2) Sayidah Zainab; 3)
Sayidah Ruqayyah dan 4) Sayidah Ummi Kulsum yang suci dan diridhoi.
عَنْ تِسْعِ نِسْوَةٍ وَفَاةُ الْمُصْطَفَى خُيِّرْنَ
فَاخْتَرْنَ النَّبِيَّ الْمُقْتَفَى
عَـائِشَةٌ وَحَفْـصَةٌ وَسَـوْدَةْ صَـفِيَّةٌ
مَيْـمُوْنَةٌ وَرَمْـلَةْ
هِنْـدٌ وَزَيْنَـبٌ كَذَا جُوَيْرِيَّةْ لِلْـمُؤْمِنِيْنَ
أُمَّهَاتٌ مَرْضِيَّةْ
Al-Mushthafa (Nabi Muhammad SAW) wafat dengan meninggalkan
9 istri, mereka disuruh memilih, lalu mereka memilih Nabi SAW yang dapat
diikuti (mereka adalah) Aisyah, Hafshoh, Saudah, Shofiyah, Maimunah, Romlah,
Hindun, Zainab dan Juwairiyah. Bagi orang-orang mukmin mereka adalah ibu-ibu
yang diridhoi.
Syarh:
Nabi Muhammad SAW meninggal dunia meninggalkan sembilan
istri. Mereka adalah perempuan-perempuan yang mulia. Kesetiaan mereka telah
terbukti dengan menjadi pendamping Nabi Muhammad SAW dalam suka dan duka.
Mereka lebih memilih menjadi istri Nabi Muhammad SAW dari pada gelimang harta
dan kemewahan dunia. Di dalam al-Qur’an kisah mereka diabadikan:
يَاأَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ ِلأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلاً
(28) وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ اْلآخِرَةَ فَإِنَّ
اللهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا. (29).
"Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan
perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah dan aku ceraikan
kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya
Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar."
(QS. al-Ahzab : 28-29).
Mereka adalah adalah keluarga Nabi. Perempuan-perempuan
terbaik yang menjadi ibu dari seluruh umat Islam (ummahatul mukminin). Dalam
hal ini Allah SWT berfirman:
النَّبِيُّ
أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ.
(الأحزاب، 6).
“Nabi itu lebih utama dari orang
mukmin daripada diri mereka sendiri. Dan Istri-istri Nabi adalah ibu mereka.”
(QS. al-Ahzab : 6).
Oleh karena itulah, umat Islam wajib menghormati mereka,
mendo’akan dan membacakan shalawat kepada mereka.
عَنْ
أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ
كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ. (صحيح البخاري، 2118).
“Dari Abu Humaid al-Sa’idi, para
sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, "Bagaimana cara kami membaca
shalawat kepadamu?" Rasulullah SAW menjawab, "Bacalah, “Ya Allah
mudah-mudahan engkau selalu mencurahkan shalawat kepada Muhammad, istri dan
anak cucunya.” (HR. al-Bukhari [2118]).
حَمْـزَةُ عَمُّهُ وَعَبَّـاسٌ كَذَا عَمَّـتُهُ صَفِيَّةٌ
ذَاتُ احْتِذَا
Adapun Hamzah adalah paman Nabi dan Abbas juga paman Nabi,
sedangkan bibinya adalah Shofiyah yang selalu taat kepada Allah SWT.
وَقَبْــلَ هِجْـرَةِ النَّبِيِّ اْلإِسْرَا مِـنْ مَكَّةٍ
لَيْلاً لِقُـدْسٍ يُدْرَى
وَبَعْـدَ إِسْـرَاءٍ عُرُوْجٌ لِلسَّمَا حَتَّى رَأَى
النَّـبِيُّ رَبًّا كَلَّـمَا
مِنْ غَيْرِ كَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْتَرَضْ عَلَيْهِ
خَمْسًا بَعْدَ خَمْسِيْنَ فَرَضْ
Dan sebelum hijrah, Nabi melakukan isra' (perjalanan di
malam hari) dari Mekah ke Baitul Makdis. Dan
setelah Isra’ Nabi naik ke langit sampai Nabi melihat Tuhan (Allah) yang
berbicara tanpa diketahui caranya dan tanpa batas. Dan difardhukan atasnya lima
shalat setelah mewajibkan 50 shalat.
Syarh:
Isra’ mi’raj merupakan perjalanan yang istimewa sekaligus
kejadian luarbiasa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Terjadi pada malam
Senin tanggal 27 Rajab tahun 621 M. Satu tahun sebelum Nabi SAW hijrah
ke Madinah.
Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW di
malam hari dari Masjid al-Haram (Makkah)
ke Masjid al-Aqsha (Palestina). Sedangkan mi’raj adalah naik ke langit, sampai
ke langit yang ketujuh bahkan ke tempat yang paling tinggi yaitu Sidrah
al-Muntaha.
Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman:
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا
إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ .(الإسراء، 1).
“Maha Suci Dzat yang telah
menjalankan hamba-Nya (Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjid al-Haram
(Makkah) ke Masjid al-‘Aqsha (Palestina) yang Kami berkati sekelilingnya untuk
Kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Isra’ : 1).
Kejadian Isra’ dan Mi’raj dilatarbelakangi oleh
meninggalnya dua orang yang selalu membantu dakwah islamiyyah, yakni paman dan
istri beliau, yakni Abu Thalib dan Sayyidatuna Khadijah. Sekaligus sebagai
wisata hati bagi Rasulullah SAW, karena selama dalam perjalanan, Rasulullah SAW
banyak menyaksikan bahkan mengalami kejadian-kejadian luar biasa, pelajaran
yang sangat berguna untuk menempa hati beliau sebagai seorang nabi dan rasul
Allah SWT.
Isra’ Mi’raj terjadi di luar kemampuan akal manusia.
Secara gamblang, ayat (QS. al-Isra’ : 1), tersebut menyatakan bahwa Allah SWT
telah memberangkatkan hamba-Nya untuk melakukan safari suci dengan
ruh dan jasad Nabi Muhammad SAW, yaitu isra’ dan mi’raj. Berdasarkan ayat ini
mayorits ulama berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan isra’ mi’raj
dengan ruh dan jasadnya. Imam Nashiruddin Abu al-Khair ‘Abdullah bin ‘Umar
al-Baidhawi mengatakan:
“Dan
diperselisihkan apakah isrâ’ dan mi’raj terjadi pada waktu tidur (sekedar mimpi
belaka) ataukah dalam keadaan sadar? Dengan ruh (saja) atau sekaligus ruh dan
jasadnya? Mayoritas ulama berpendapat bahwa Allah SWT meng-isrâ’-kan Nabi SAW
dengan jasadnya (dari Masjid al-Haram) ke Bait al-Maqdis kemudian menaikkan beliau
ke beberapa langit sampai berhenti di Sidrah al-Muntahâ.” (Anwar al-Tanzil
wa Asrar al-Ta’wil, juz I, hal 576).
وَبَلَّـغَ اْلأُمَّةَ بِاْلإِسْـرَاءِ
وَفَرْضِ خَمْسَةٍ بِلاَامْتِرَاءِ
Nabi menyampaikan kepada umatnya tentang Isra’ dan
mewajibkan salat 5 waktu kepada semua umat tanpa keraguan.
Syarh:
Kewajiban shalat lima waktu disampaikan oleh Allah kepada
Nabi SAW pada saat isra'. Dari sini dapat dipahami tentang keutamaan shalat
dari ibadah yang lain. Perintah shalat disampaikan langsung oleh Allah SWT,
secara pribadi tanpa perantara siapapun. Tidak seperti ibadah lain yang
diwajibkan melalui perantara Malaikat Jibril.
Jika seorang pimpinan menyampaikan perintah yang secara
langsung kepada bawahannya, maka kualitas perintah itu akan lebih tinggi dari
pada sesuatu yang disampaikan melalui tangan kedua, oleh staf dan bawahannya.
Perbuatan itu sangat penting, sehingga harus disampaikan sendiri.
Dari sisi ini, kita bisa melihat posisi shalat dalam
agama Islam. Shalat memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam,
sehingga menjadi ruh agama Islam. Karena itu sangat wajar, jika Rasulullah SAW
mengatakan bahwa shalat adalah unsur terpenting dalam agama Islam dan amal
pertama yang dihitung kelak di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
اَوَّلُ
مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلاَتُهُ فَاِنْ قُبِلَتْ
تُقُبِّلَ عَنْهُ سَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ رُدَّتْ رُدَّ عَنْهُ سَائِرُ عَمَلِهِ.
(رواه الطبراني ).
“Amal pertama kali dihisab dari
seorang hamba di hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya diterima, maka
diterimalah semua amalnya, namun bila shalatnya ditolak, maka ditolak pula
seluruh amalnya.” (HR. Thabrani).
Berawal dari shalatlah semua perilaku yang baik dan
terpuji akan bersemi. Shalat yang sempurna dan khusyu’ serta dilaksanakan
dengan ikhlas karena Allah SWT, akan menjadikan seseorang untuk selalu
mengingat Allah SWT, karena itulah tujuan dari shalat tersebut. Firman Allah
SWT:
إِنَّنِي
أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي.
(طه، 14).
"Sesungguhnya Aku ini adalah
Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha : 14).
Ketika Allah SWT telah hadir dalam setiap denyut nadi dan
hembusan nafas, maka dari sanalah akan tersemai segala perbuatan baik dan
terpuji. Dan dengan sendirinya semua prilaku buruk dan tercela akan menjauh.
Inilah yang dimaksud oleh Firman Allah SWT:
إِنَّ
الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت : 45).
"Sesungguhnya shalat itu bisa
mencegah dari perbuatan keji dan munkar." (QS. al-Ankabut : 45).
قَدْ فَازَ صِدِّيْقٌ بِتَصْدِيْقٍ لَهُ وَبِالْعُرْوِجِ الصِّدْقُ
وَافَى أَهْلَهُ
Sahabat Abu Bakar al-Shiddiq telah beruntung dengan
mempercayai isra' dan mi'raj, dan kebenaran tentang mi'raj datang kepada
pengikutnya.
Syarh:
Setelah melakukan isra’ mi’raj, Nabi Muhammad SAW kemudian
menceritakan kejadian tersebut kepada kaum Quraisy Mekkah, namun tidak
seorangpun yang mempercayainya dan menganggap Nabi mengada-ada dan membuat
berita palsu. Kecuali satu orang sahabat yang langsung mempercayainya, yakni
sahabat Abu Bakar RA. Bahkan beliau berkata, “Jangankan peristiwa itu, lebih
aneh dari itupun aku percaya, kalau Nabi Muhammad SAW yang mengatakannya”.
Itulah sebabnya beliau diberi gelar as-Shiddiq (seorang yang selalu membenarkan
Nabi Muhammad SAW).
Sebelum peristiwa isra’ mi’raj tersebut, Nabi Muhammad SAW
diberi gelar oleh penduduk Makkah dengan sebutan al-Amin. Yakni orang yang
dapat dipercaya. Semua masyarakat Makkah percaya bahwa perkataan Nabi pasti
benar, selalu jujur serta tidak pernah menipu. Namun ketika Nabi Muhammad SAW
menyampaikan cerita isra’ mi’raj, kebanyakan masyarakat langsung tidak
mempercayainya. Hal ini menunjukkan bahwa isra’ mi’raj adalah kejadian yang
sangat luar biasa sehingga mampu menimbulkan keraguan mayoritas masyarakat Arab
kepada Nabi Muhammad SAW.
Namun bagi orang beriman yang mempercayai bahwa Allah SWT
adalah Dzat Yang Maha Kuasa, kejadian tersebut bukan sesuatu yang mustahil.
Sangat mungkin sekali, sebab beliau tidak berangkat dengan kemauan sendiri,
tapi Allah SWT-lah yang berkehendak. Tak ada sesuatu yang mustahil bagi Allah
SWT jika Dia menghendaki, walaupun itu di luar kemampuan manusia.
Ibarat seekor semut yang “menumpang” naik pesawat terbang
dari Jakarta menuju Surabaya, kemudian kembali lagi ke Jakarta. Yang pasti,
kaum semut tidak akan percaya akan cerita si semut yang telah melakukan
perjalanan dalam waktu sesingkat itu. Tapi hal itu sangat mungkin terjadi,
sebab dia memakai kendaraan yang kecepatannya tidak pernah terbayangkan oleh
kaum semut. (Fiqh Tradisionalis, 250).
Begitu pula dengan isra’ mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Peristiwa itu tidak akan terbayangkan oleh akal manusia, sebab yang digunakan
Nabi SAW adalah kendaraan yang kecepatannya di luar jangkauan serta tidak
pernah terbayangkan oleh akal manusia, yakni Buraq.
وَهَـذِهِ عَقِيْدَةٌ مُخْتَصَرَةْ وَلِلْعَـوَامِ سَهْلَةٌ
مُيَسَّرَةْ
Inilah Aqidatul yang ringkas, yang mudah untuk dipelajari
dan dipermudah untuk orang awam.
نَاظِمُ تِلْكَ أَحْمَدُ الْمَرْزُوْقِي مَنْ
يَنْتَمِى بِالصَّادِقِ الْمَصْدُوْقِ
Sedangkan yang menazhamkan Aqidh tersebut adalah Ahmad
al-Marzuqi, seorang yang nasabnya bersambung kepada Nabi SAW yang berkata benar
dan dipercaya.
Syarh:
Inilah akidah yang wajib diyakini oleh seluruh umat Islam.
Akidah yang mudah untuk dipahami, diyakini kemudian diamalkan oleh seluruh umat
Islam. Yakni akidah Ahlussunnah Wal-Jama'ah yang merupakan tuntunan Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya kemudian diteruskan oleh ulama salafus shalih
dan akhirnya sampai kepada kita.
اَلْحَـمْدُ ِللهِ وَصَلَّى سَلَّمَا عَلَى النَّبِيِّ
خَيْرِ مَنْ قَدْ عَلَّمَا
Segala puji bagi Allah, dan mudah-mudahan Allah memberi
shalawat dan salam sejahtera kepada Nabi Muhammad, yaitu orang yang paling baik
dalam mengajar manusia.
وَاْلآلِ وَالصَّحْبِ وَكُلِّ مُرْشِدٍ وَكُلِّ مَنْ
بِخَيْرِ هَدْيٍ يَقْتَدِي
Begitu juga kepada keluarga dan para sahabatnya serta
setiap orang yang menunjukkan kebenaran dan orang yang mengikuti jalan yang
benar.
Syarh:
Setelah dibuka dengan hamdalah dan shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya, pada akhir bait dari pelajaran ini juga
ditutup dengan hal yang sama. Selain dimaksudkan sebagai upaya mengharapkan
pertolongan Allah SWT serta barokah dari Rasul, keluarga dan sahabatnya, hal
ini sekaligus merupakan pengakuan akan kebesaran Allah SWT, serta puji syukur
atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepada penulis.
Pengakuan bahwa tanpa ada belas kasih dan pertolongan
Allah SWT penulis tidak akan mampu untuk menyusun nadham yang ringkas dan
dengan bahasa yang gampang untuk dipahami. Puji syukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan anugerah akal fikiran kepada manusia, sebagai salah satu
nikmat yang sangat berharga yang dimiliki manusia. karena dengan akallah
manusia dapat dibedakan dari makhluk Allah SWT yang lain.
وَأَسْأَلُ الْكَرِيْمَ إِخْلاَصَ الْعَمَلْ وَنَفْعَ كُلِّ
مَنْ بِهَا قَدِ اشْتَغَلْ
Dan saya (Sayyid Ahmad al-Marzuqi) memohon kepada Dzat
Yang Maha pemurah, agar dikarunia ketulusan dalam beramal, dan kemanfaatan bagi
semua orang yang mempelajari akidah ini.
Syarh:
Ikhlas merupakan kunci dari semua amal agar diterima oleh
Allah SWT. Merupakan perintah Allah SWT kepada semua kaum muslim yang beribadah
dan beramal shalih agar selalu ikhlas dalam perbuatannya agar amalannya dapat
dicatat oleh Allah SWT sebagai amal baik yang mendapat ganjaran pahala. Firman
Allah SWT:
هُوَ
الْحَيُّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْد
للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. (المؤمن، 65).
"Dialah Yang hidup kekal,
tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan
memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam."
(QS. al-Mukmin : 65).
أَبْياَتُهَا مَيْزٌ بِعَـدِّ الْجُمَلْ تَارِيْخُهَا لِي
حَيُّ غُرٍّ جُمَلِ
Adapun bait-bait akidah ini adalah berjumlah 57 dengan
hitungan Abajadun, sedangkan waktu selesainya adalah tahun 1258.
سَمَّـيْتُهَا عَقِـيْدَةَ الْعَوَامِ مِنْ وَاجِبٍ فِي
الدِّيْنِ بِالتَّمَامِ
Kami menamakan akidah ini dengan judul Aqidatul Awam yang
menerangkan masalah wajib di dalam agama secara sempurna. Wallohu a’lam bis showab.
0 Response to "Terjemah Aqidatul Awam : Ilmu Tauhid"